وَأَخۡرَجَ أَحۡمَدُ، وَأَبُو دَاوُدَ، وَابۡنُ حِبَّانَ، وَالۡحَاكِمُ مِنۡ حَدِيثِ عَائِشَةَ قَالَتۡ: أَفَاضَ رَسُولُ اللهِ ﷺ مِنۡ آخِرِ يَوۡمٍ حِينَ صَلَّى الظُّهۡرَ ثُمَّ رَجَعَ إِلَى مِنًى فَمَكَثَ بِهَا لَيَالِيَ أَيَّامِ التَّشۡريقِ يَرۡمِي الۡجَمۡرَةَ إِذَا زَالَتِ الشَّمۡسُ كُلَّ جَمۡرَةٍ سَبۡعَ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، وَيَقِفُ عِنۡدَ الۡأُولَى وَعِنۡدَ الثَّانِيَةِ فَيُطِيلُ الۡقِيَامَ وَيَتَضَرَّعُ وَيَرۡمِي الثَّالِثَةَ ثُمَّ لَا يَقِفُ عِنۡدَهَا.
Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim[1] mengeluarkan riwayat dari hadis ‘Aisyah, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan tawaf ifadhah di akhir hari ketika beliau telah salat Zuhur, kemudian beliau kembali ke Mina dan tinggal di sana pada malam-malam hari tasyrik. Beliau melempari jamrah ketika matahari sudah mulai menurun. Setiap jamrah menggunakan tujuh kerikil, beliau bertakbir bersamaan setiap lemparan kerikil. Beliau berhenti di jamrah ula dan wusta. Beliau berdiri lama dan berdoa memohon. Lalu beliau melempari jumrah yang ketiga (jumrah aqabah) kemudian beliau tidak berhenti di situ.
وَعَنِ ابۡنِ عَبَّاسٍ قَالَ: رَمَى رَسُولُ اللهِ ﷺ الۡجِمَارَ حِينَ زَالَتِ الشَّمۡسُ. رَوَاهُ أَحۡمَدُ، وَابۡنُ مَاجَهۡ، وَالتِّرۡمِذِيُّ وَحَسَّنَهُ. وَفِي الۡبُخَارِيِّ عَنِ ابۡنِ عُمَرَ: كُنَّا نَتَحَيَّنُ، فَإِذَا زَالَتِ الشَّمۡسُ رَمَيۡنَا. وَأَخۡرَجَ التِّرۡمِذِيُّ وَصَحَّحَهُ مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ عُمَرَ: أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ إِذَا رَمَى الۡجِمَارَ مَشَى إِلَيۡهَا ذَاهِبًا وَرَاجِعًا. وَفِي لَفۡظٍ عَنۡهُ: أَنَّهُ كَانَ رَمَى لِجَمۡرَةٍ يَوۡمَ النَّحۡرِ رَاكِبًا وَسَائِرُ ذٰلِكَ مَاشِيًا وَيُخۡبِرُهُمۡ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ كَانَ يَفۡعَلُ ذٰلِكَ. أَخۡرَجَهُ أَحۡمَدُ وَأَبُو دَاوُدَ.
Dan dari Ibnu ‘Abbas, beliau berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melempari jamrah-jamrah ketika matahari sudah mulai menurun (sudah masuk waktu Zuhur). Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan At-Tirmidzi[2]. At-Tirmidzi menyatakan hadis ini hasan. Di dalam riwayat Al-Bukhari[3] dari Ibnu ‘Umar: Kami dahulu menunggu, apabila matahari sudah mulai menurun, maka kami melempari jumrah. At-Tirmidzi[4] mengeluarkan riwayat dan beliau nyatakan sahih dari hadis Ibnu ‘Umar: Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melempari jamrah-jamrah, beliau berjalan ke sana baik berangkat maupun pulangnya. Di redaksi lain dari Ibnu ‘Umar: Bahwa Ibnu ‘Umar apabila melempari jamrah pada hari nahar dengan menaiki hewan tunggangan adapun selain hari itu, beliau berjalan dan mengabari mereka bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu melakukan demikian. Dikeluarkan oleh Ahmad dan Abu Dawud[5].
وَفِي الصَّحِيحَيۡنِ مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ عَبَّاسٍ وَابۡنِ عُمَرَ: أَنَّ الۡعَبَّاسَ اسۡتَأۡذَنَ النَّبِيَّ ﷺ أَنۡ يَبِيتَ بِمَكَّةَ لَيَالِيَ مِنًى مِنۡ أَجۡلِ سِقَايَتِهِ فَأَذِنَ لَهُ. وَفِي الۡبُخَارِيِّ وَأَحۡمَدَ مِنۡ حَدِيثِ ابۡنِ عُمَرَ: أَنَّهُ كَانَ يَرۡمِي الۡجَمۡرَةَ الدُّنۡيَا بِسَبۡعِ حَصَيَاتٍ يُكَبِّرُ مَعَ كُلِّ حَصَاةٍ، ثُمَّ يَتَقَدَّمُ فَيَسۡتَهِلُ وَيَقُومُ مُسۡتَقۡبِلَ الۡقِبۡلَةِ طَوِيلًا، وَيَدۡعُو وَيَرۡفَعُ يَدَيۡهِ ثُمَّ يَرۡمِي الۡوُسۡطَى، ثُمَّ يَأۡخُذُ ذَاتَ الشِّمَالِ فَيَسۡتَهِلُ وَيَقُومُ مُسۡتَقۡبِلَ الۡقِبۡلَةِ، ثُمَّ يَدۡعُو وَيَرۡفَعُ يَدَيۡهِ وَيَقُومُ طَوِيلًا ثُمَّ يَرۡمِي الۡجَمۡرَةَ ذَاتَ الۡعَقَبَةِ مِنۡ بَطۡنِ الۡوَادِي وَلَا يَقِفُ عِنۡدَهَا، ثُمَّ يَنۡصَرِفُ وَيَقُولُ: هٰكَذَا رَأَيۡتُ رَسُولَ اللهِ ﷺ يَفۡعَلُهُ.
Di dalam dua kitab Shahih[6] dari hadis Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar: Bahwa Al-‘Abbas meminta izin kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bermalam di Makkah pada malam-malam Mina untuk mengurusi pemberian minum, lalu Nabi mengizinkannya. Di dalam riwayat Al-Bukhari dan Ahmad[7] dari hadis Ibnu ‘Umar: Bahwa Ibnu ‘Umar melempari jamrah ula dengan tujuh kerikil, beliau bertakbir bersamaan setiap lemparan kerikil. Kemudian beliau maju sampai berada di tempat yang rata. Beliau berdiri lama menghadap kiblat, berdoa, mengangkat kedua tangannya. Lalu beliau melempari jamrah wusta dan mengambil jalan sebelah kiri sampai berada di tempat yang rata kemudian berdiri menghadap kiblat. Beliau berdoa, mengangkat kedua tangannya, dan berdiri lama. Kemudian beliau melempari jamrah aqabah dari dasar lembah dan tidak berhenti di sana. Kemudian Ibnu ‘Umar pulang dan berkata: Demikianlah aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukannya.
وَأَخۡرَجَ أَحۡمَدُ، وَأَهۡلُ السُّنَنِ، وَصَحَّحَهُ التِّرۡمِذِيُّ مِنۡ حَدِيثِ عَاصِمِ بۡنِ عَدِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ رَخَّصَ لِرِعَاءِ الۡإِبِلِ فِي الۡبَيۡتُوتَةِ عَنۡ مِنًى يَرۡمُونَ يَوۡمَ النَّحۡرِ، ثُمَّ يَرۡمُونَ الۡغَدَاةِ، وَمِنۡ بَعۡدِ الۡغَدَاةِ لِيَوۡمَيۡنِ، ثُمَّ يَرۡمُونَ يَوۡمَ النَّفَرِ، وَأَخۡرَجَ أَحۡمَدُ وَالنَّسَائِيُّ، عَنۡ سَعۡدِ بۡنِ مَالِكٍ قَالَ: رَجَعۡنَا فِي الۡحَجَّةِ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ وَبَعۡضُنَا يَقُولُ: رَمَيۡتُ بِسَبۡعِ حَصَيَاتٍ، وَبَعۡضُنَا يَقُولُ: رَمَيۡتُ بِسِتِّ حَصَيَاتٍ، وَلَمۡ يَعِبۡ بَعۡضُهُمۡ عَلَى بَعۡضٍ، وَرِجَالُهُ رِجَالُ الصَّحِيحِ.
Ahmad dan penyusun kitab Sunan mengeluarkan riwayat[8] dan disahihkan oleh At-Tirmidzi dari hadis ‘Ashim bin ‘Adi bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan bagi para penggembala unta di Baitutah di luar Mina untuk melempar pada hari nahar, kemudian melempar esok dan lusa untuk dua hari, kemudian mereka melempar pada hari nafar. Ahmad dan An-Nasa`i mengeluarkan riwayat[9] dari Sa’d bin Malik, beliau berkata: Kami kembali dalam haji bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagian kami berkata: Aku melempar menggunakan tujuh kerikil. Sebagian yang lain mengatakan: Aku melempar menggunakan enam kerikil. Sebagian mereka tidak mencela sebagian yang lain. Dan para periwayatnya adalah periwayat kitab Shahih.
[1] HR. Ahmad (6/90), Abu Dawud nomor 1973, Ibnu Hibban (6/67), dan Al-Hakim (1/477). Hadis ini hasan.
[2] HR. Ahmad (1/248), Ibnu Majah nomor 3054, dan At-Tirmidzi nomor 898. Namun ada kekeliruan dari riwayat Al-Hakam dari Miqsam. Al-Hakam tidak mendengar dari Miqsam kecuali lima hadis dan hadis ini tidak termasuk. Yang meriwayatkan dari Al-Hakam adalah Ibrahim bin ‘Utsman Al-‘Absi, dia matruk (tidak dipakai hadisnya). Yang mengiringinya adalah Hajjaj bin Artha`ah, namun dia daif dan mudallis (orang yang menyembunyikan cacat sanad) dengan tadlis taswiyah, sehingga dikhawatirkan penyembunyian cacat ini berasal darinya.
[5] HR. Ahmad (2/114, 156) dan Abu Dawud nomor 1969. Hadis ini daif. Di dalam sanadnya ada ‘Abdullah bin ‘Umar Al-‘Umari yang daif.
[6] HR. Al-Bukhari nomor 1635 dan Muslim nomor 1316.
[7] HR. Al-Bukhari nomor 1751 dan Ahmad (2/152).
[8] HR. Ahmad (5/450), Abu Dawud nomor 1976, An-Nasa`i (5/273), At-Tirmidzi nomor 954 dan 955, dan Ibnu Majah nomor 3036. Di dalam sanadnya ada Abul Baddah bin ‘Ashim bin ‘Adi, tidak ada yang mengakui dia tsiqah (tepercaya) kecuali Ibnu Hibban.
[9] HR. Ahmad (1/168) dan An-Nasa`i (5/275) namun hadis ini munqathi’. Abu Hatim dan Abu Zur’ah mengatakan: Riwayat Mujahid dari Sa’d bin Abu Waqqash adalah mursal. (Al-Marasil 361, karya Ibnu Abu Hatim).