Cari Blog Ini

Shahih Al-Bukhari hadits nomor 4727

٤ – بَابٌ قَوۡلُهُ: ﴿فَلَمَّا جَاوَزَا قَالَ لِفَتَىٰهُ ءَاتِنَا غَدَآءَنَا لَقَدۡ لَقِينَا مِن سَفَرِنَا هَـٰذَا نَصَبًا﴾ ۝٦٢
4. Bab firman Allah yang artinya, “Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini.” (QS. Al-Kahfi: 62)


إِلَى قَوۡلِهِ: ﴿عَجَبًا﴾ [٦٣]، ﴿صُنۡعًا﴾ [١٠٤] عَمَلًا. ﴿حِوَلًا﴾ [١٠٨] تَحَوُّلًا. 

Sampai firman-Nya, “dengan cara yang aneh sekali.” (QS. Al-Kahfi: 63). “Shun’ā,” (QS. Al-Kahfi: 104) artinya perbuatan. “Hiwalā,” (QS. Al-Kahfi: 108) artinya adalah berpindah. 

﴿قَالَ ذَٰلِكَ مَا كُنَّا نَبۡغِ ۚ فَٱرۡتَدَّا عَلَىٰٓ ءَاثَارِهِمَا قَصَصًا﴾ [٦٤]، ﴿إِمۡرًا﴾ [٧١] وَ﴿نُكۡرًا﴾ [٧٤] دَاهِيَةً. ﴿يَنۡقَضَّ﴾ [٧٧] يَنۡقَاضُ كَمَا تَنۡقَاضُ السِّنُّ. ﴿لَتَخِذۡتَ﴾ [٧٧] وَاتَّخَذۡتَ وَاحِدٌ. ﴿رُحۡمًا﴾ [٨١] مِنَ الرُّحۡمِ، وَهِيَ أَشَدُّ مُبَالَغَةً مِنَ الرَّحۡمَةِ، وَنَظُنُّ أَنَّهُ مِنَ الرَّحِيمِ، وَتُدۡعَى مَكَّةُ أُمَّ رُحۡمٍ، أَيِ الرَّحۡمَةُ تَنۡزِلُ بِهَا. 

“Musa berkata: Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula.” (QS. Al-Kahfi: 64). “Imrā” (QS. Al-Kahfi: 71) dan “Nukrā” (QS. Al-Kahfi: 74) artinya adalah sangat mungkar. “Yanqadhdha” (QS. Al-Kahfi: 77) artinya retak sebagaimana retaknya gigi. “Latakhidzta” (QS. Al-Kahfi: 77) dan ittakhadzta artinya sama (yaitu mengambil). “Ruhmā” (QS. Al-Kahfi: 81) dari kata ar-ruhm yang memiliki arti lebih dalam daripada kata ar-rahmah. Kami mengira bahwa kata itu berasal dari kata ar-rahīm. Makkah dipanggil dengan nama Ummu Ruhm, artinya bahwa rahmat turun di situ. 

٤٧٢٧ - حَدَّثَنِي قُتَيۡبَةُ بۡنُ سَعِيدٍ قَالَ: حَدَّثَنِي سُفۡيَانُ بۡنُ عُيَيۡنَةَ، عَنۡ عَمۡرِو بۡنِ دِينَارٍ، عَنۡ سَعِيدِ بۡنِ جُبَيۡرٍ قَالَ: قُلۡتُ لِابۡنِ عَبَّاسٍ: إِنَّ نَوۡفًا الۡبَكَالِيَّ يَزۡعُمُ: أَنَّ مُوسَى بَنِي إِسۡرَائِيلَ لَيۡسَ بِمُوسَى الۡخَضِرِ، فَقَالَ: كَذَبَ عَدُوُّ اللهِ؛ حَدَّثَنَا أُبَىُّ بۡنُ كَعۡبٍ، عَنۡ رَسُولِ اللهِ ﷺ قَالَ: 

4727. Qutaibah bin Sa’id telah menceritakan kepadaku. Beliau berkata: Sufyan bin ‘Uyainah menceritakan kepadaku dari ‘Amr bin Dinar, dari Sa’id bin Jubair. 

Beliau berkata: Aku berkata kepada Ibnu ‘Abbas bahwa Nauf Al-Bakali menyatakan bahwa Musa bani Israil bukanlah Musa yang bersama Al-Khadhir. 

Ibnu ‘Abbas berkata: Musuh Allah itu telah bohong. Ubai bin Ka’b menceritakan kepada kami dari Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—. Beliau bersabda: 

(قَامَ مُوسَى خَطِيبًا فِي بَنِي إِسۡرَائِيلَ، فَقِيلَ لَهُ: أَىُّ النَّاسِ أَعۡلَمُ؟ قَالَ: أَنَا، فَعَتَبَ اللهُ عَلَيۡهِ، إِذۡ لَمۡ يَرُدَّ الۡعِلۡمَ إِلَيۡهِ، وَأَوۡحَى إِلَيۡهِ: بَلَى، عَبۡدٌ مِنۡ عِبَادِي بِمَجۡمَعِ الۡبَحۡرَيۡنِ، هُوَ أَعۡلَمُ مِنۡكَ. قَالَ: أَىۡ رَبِّ، كَيۡفَ السَّبِيلُ إِلَيۡهِ؟ قَالَ: تَأۡخُذُ حُوتًا فِي مِكۡتَلٍ، فَحَيۡثُمَا فَقَدۡتَ الۡحُوتَ فَاتَّبِعۡهُ، 

Musa berdiri berkhotbah di hadapan bani Israil. Lalu ada yang bertanya kepada beliau, “Siapa orang yang paling berilmu?” 

Musa menjawab, “Aku.” 

Lalu Allah menegurnya karena beliau tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya. Allah mewahyukan kepada beliau, “Ada. Seorang hamba di antara hamba-hamba-Ku di tempat bertemunya dua laut. Dia lebih berlimu daripada engkau.” 

Musa berkata, “Ya Rabi, bagaimana jalan ke tempatnya?” 

Allah berkata, “Engkau ambil seekor (bangkai) ikan (lalu letakkan) di dalam keranjang. Di mana saja engkau kehilangan ikan itu, maka ikutilah (arah perginya) ikan itu.” 

قَالَ: فَخَرَجَ مُوسَى وَمَعَهُ فَتَاهُ يُوشَعُ بۡنُ نُونٍ، وَمَعَهُمَا الۡحُوتُ، حَتَّى انۡتَهَيَا إِلَى الصَّخۡرَةِ فَنَزَلَا عِنۡدَهَا، قَالَ: فَوَضَعَ مُوسَى رَأۡسَهُ فَنَامَ - قَالَ سُفۡيَانُ: وَفِي حَدِيثِ غَيۡرِ عَمۡرٍو قَالَ - وَفِي أَصۡلِ الصَّخۡرَةِ عَيۡنٌ يُقَالُ لَهَا الۡحَيَاةُ، لَا يُصِيبُ مِنۡ مَائِهَا شَىۡءٌ إِلَّا حَيِيَ، فَأَصَابَ الۡحُوتَ مِنۡ مَاءِ تِلۡكَ الۡعَيۡنِ، قَالَ: فَتَحَرَّكَ وَانۡسَلَّ مِنَ الۡمِكۡتَلِ فَدَخَلَ الۡبَحۡرَ، فَلَمَّا اسۡتَيۡقَظَ مُوسَى قَالَ لِفَتَاهُ: ﴿آتِنَا غَدَاءَنَا﴾ [٦٢] الۡآيَةَ، قَالَ: وَلَمۡ يَجِدِ النَّصَبَ حَتَّى جَاوَزَ مَا أُمِرَ بِهِ، قَالَ لَهُ فَتَاهُ يُوشَعُ بۡنُ نُونٍ: ﴿أَرَأَيۡتَ إِذۡ أَوَيۡنَا إِلَى الصَّخۡرَةِ فَإِنِّي نَسِيتُ الۡحُوتَ﴾ [٦٣] الۡآيَةَ، قَالَ: فَرَجَعَا يَقُصَّانِ فِي آثَارِهِمَا، فَوَجَدَا فِي الۡبَحۡرِ كَالطَّاقِ مَمَرَّ الۡحُوتِ، فَكَانَ لِفَتَاهُ عَجَبًا، وَلِلۡحُوتِ سَرَبًا، 

Perawi berkata: Musa keluar pergi bersama muridnya, yaitu Yusya’ bin Nun. Keduanya membawa seekor ikan. Hingga ketika keduanya sampai di sebuah batu, keduanya singgah di situ. Perawi berkata: Musa menyandarkan kepalanya lalu tidur. Sufyan berkata: Di dalam hadis selain ‘Amr, perawi berkata: Di dasar batu itu ada mata air yang diberi nama mata air kehidupan. Tidaklah sesuatupun yang terkena airnya kecuali akan hidup. Air dari mata air itu mengenai (bangkai) ikan itu. Perawi berkata: Lalu ikan itu bergerak-gerak dan keluar dari keranjang, masuk ke laut. 

Ketika Musa bangun, beliau berkata kepada muridnya, “Bawalah kemari makanan kita,” (QS. Al-Kahfi: 62) sampai akhir ayat. Perawi berkata: Musa tidak merasa letih hingga telah melewati tempat yang diperintahkan. 

Muridnya, yaitu Yusya’ bin Nun, berkata kepada Musa, “Apakah engkau ingat ketika kita berlindung di sebuah batu, saat itu aku lupa (menyebutkan) ikan itu,” (QS. Al-Kahfi: 63) sampai akhir ayat. 

Perawi berkata: Lalu keduanya kembali menyusuri jejak mereka semula. Keduanya mendapati di laut ada seperti lengkungan pada tempat yang dilewati ikan tadi. Maka muridnya heran sekali dan ikan itu memiliki jalan. 

قَالَ: فَلَمَّا انۡتَهَيَا إِلَى الصَّخۡرَةِ، إِذَا هُمَا بِرَجُلٍ مُسَجًّى بِثَوۡبٍ، فَسَلَّمَ عَلَيۡهِ مُوسَى، قَالَ: وَأَنَّى بِأَرۡضِكَ السَّلَامُ؟ فَقَالَ: أَنَا مُوسَى، قَالَ: مُوسَى بَنِي إِسۡرَائِيلَ؟ قَالَ: نَعَمۡ، قَالَ هَلۡ أَتَّبِعُكَ عَلَى أَنۡ تُعَلِّمَنِي مِمَّا عُلِّمۡتَ رَشَدًا؟ قَالَ لَهُ الۡخَضِرُ: يَا مُوسَى إِنَّكَ عَلَى عِلۡمٍ مِنۡ عِلۡمِ اللهِ عَلَّمَكَهُ اللهُ لَا أَعۡلَمُهُ، وَأَنَا عَلَى عِلۡمٍ مِنۡ عِلۡمِ اللهِ عَلَّمَنِيهِ اللهُ لَا تَعۡلَمُهُ. قَالَ: بَلۡ أَتَّبِعُكَ، قَالَ: فَإِنِ اتَّبَعۡتَنِي فَلَا تَسۡأَلۡنِي عَنۡ شَىۡءٍ حَتَّى أُحۡدِثَ لَكَ مِنۡهُ ذِكۡرًا. 

Perawi berkata: Ketika keduanya sampai di batu tadi, ternyata keduanya menjumpai seorang pria yang berselimutkan baju. Musa mengucapkan salam kepadanya. Pria itu berkata, “Bagaimana bisa di tempatmu ada ucapan salam?” 

Musa berkata, “Aku Musa.” 

Pria itu bertanya, “Musa bani Israil?” 

Musa menjawab, “Iya.” Musa melanjutkan, “Apakah aku boleh mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” 

Al-Khadhir berkata kepada Musa, “Wahai Musa, sesungguhnya engkau memiliki ilmu dari ilmu Allah yang telah Allah ajarkan kepadamu dan aku tidak mengetahuinya. Aku pun memiliki ilmu dari ilmu Allah yang Allah ajarkan kepadaku dan tidak engkau ketahui.” 

Musa berkata, “Aku tetap mengikutimu.” 

Al-Khadhir berkata, “Jika engkau mengikutiku, maka engkau tidak boleh bertanya sesuatu pun kepadaku hingga aku sendiri yang menceritakannya kepadamu.” 

فَانۡطَلَقَا يَمۡشِيَانِ عَلَى السَّاحِلِ، فَمَرَّتۡ بِهِمَا سَفِينَةٌ فَعُرِفَ الۡخَضِرُ، فَحَمَلُوهُمۡ فِي سَفِينَتِهِمۡ بِغَيۡرِ نَوۡلٍ، يَقُولُ: بِغَيۡرِ أَجۡرٍ، فَرَكِبَا السَّفِينَةَ. قَالَ: وَوَقَعَ عُصۡفُورٌ عَلَى حَرۡفِ السَّفِينَةِ، فَغَمَسَ مِنۡقَارَهُ الۡبَحۡرَ، فَقَالَ الۡخَضِرُ لِمُوسَى: مَا عِلۡمُكَ وَعِلۡمِي وَعِلۡمُ الۡخَلَائِقِ فِي عِلۡمِ اللهِ، إِلَّا مِقۡدَارُ مَا غَمَسَ هَٰذَا الۡعُصۡفُورُ مِنۡقَارَهُ، قَالَ: فَلَمۡ يَفۡجَأۡ مُوسَى، إِذۡ عَمَدَ الۡخَضِرُ إِلَى قَدُومٍ فَخَرَقَ السَّفِينَةَ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: قَوۡمٌ حَمَلُونَا بِغَيۡرِ نَوۡلٍ، عَمَدۡتَ إِلَى سَفِينَتِهِمۡ فَخَرَقۡتَهَا لِتُغۡرِقَ أَهۡلَهَا ﴿لَقَدۡ جِئۡتَ﴾ [٧١] الۡآيَةَ، 

Keduanya berangkat berjalan di tepi pantai. Ada sebuah kapal melewati keduanya. Ada orang (di kapal) yang mengenali Al-Khadhir. Maka pemilik kapal mengangkut mereka berdua tanpa upah. Keduanya pun naik ke kapal. 

Perawi berkata: Seekor burung hinggap di tepi kapal lalu mencelupkan paruhnya ke laut. 

Al-Khadhir berkata kepada Musa, “Tidaklah ilmumu, ilmuku, dan ilmu semua makhluk di dalam ilmu Allah, kecuali seukuran burung ini mencelupkan paruhnya.” 

Perawi berkata: Musa belum sempat mencegah, tiba-tiba Al-Khadhir sudah bangkit menuju beliung lalu melubangi kapal itu. 

Musa berkata kepada Al-Khadhir, “Ada orang yang mengangkut kita tanpa upah, engkau malah sengaja melubangi kapal mereka agar menenggelamkan penumpangnya. Sungguh engkau telah berbuat,” (QS. Al-Kahfi: 71) sampai akhir ayat. 

فَانۡطَلَقَا إِذَا هُمَا بِغُلَامٍ يَلۡعَبُ مَعَ الۡغِلۡمَانِ، فَأَخَذَ الۡخَضِرُ بِرَأۡسِهِ فَقَطَعَهُ، قَالَ لَهُ مُوسَى: أَقَتَلۡتَ نَفۡسًا زَكِيَّةً بِغَيۡرِ نَفۡسٍ، لَقَدۡ جِئۡتَ شَيۡئًا نُكۡرًا، قَالَ: أَلَمۡ أَقُلۡ لَكَ إِنَّكَ لَنۡ تَسۡتَطِيعَ مَعِيَ صَبۡرًا - إِلَى قَوۡلِهِ - فَأَبَوۡا أَنۡ يُضَيِّفُوهُمَا فَوَجَدَا فِيهَا جِدَارًا يُرِيدُ أَنۡ يَنۡقَضَّ، فَقَالَ بِيَدِهِ هَكَذَا فَأَقَامَهُ، فَقَالَ لَهُ مُوسَى: إِنَّا دَخَلۡنَا هَٰذِهِ الۡقَرۡيَةَ فَلَمۡ يُضَيِّفُونَا وَلَمۡ يُطۡعِمُونَا، لَوۡ شِئۡتَ لَاتَّخَذۡتَ عَلَيۡهِ أَجۡرًا، قَالَ: هَٰذَا فِرَاقُ بَيۡنِي وَبَيۡنِكَ، سَأُنَبِّئُكَ بِتَأۡوِيلِ مَا لَمۡ تَسۡتَطِعۡ عَلَيۡهِ صَبۡرًا. 

Keduanya melanjutkan perjalanan. Mereka bertemu dengan seorang anak yang sedang bermain bersama anak-anak yang lain. Al-Khadhir mengambil kepala anak itu lalu memotongnya. Musa berkata kepada Al-Khadhir, “Apakah engkau membunuh jiwa yang suci bukan karena (membunuh) jiwa lain? Sungguh engkau telah berbuatu sesuatu yang mungkar.” 

Al-Khadhir berkata, “Bukankah aku katakan kepadamu bahwa engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku?” 

Hingga ucapannya—lalu mereka enggan untuk menjamu keduanya. Keduanya mendapati di negeri itu ada sebuah dinding yang hampir roboh. Beliau memberi isyarat dengan tangannya begini, lalu beliau menegakkannya. 

Musa berkata kepada Al-Khadhir, “Sesungguhnya kita masuk negeri ini, namun mereka tidak mau menjamu dan memberi kita makan. Kalau engkau mau, engkau bisa mengambil upah atas itu.” 

Al-Khadhir berkata, “Ini adalah perpisahan antara aku dengan engkau. Aku akan beritakan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang engkau tidak sabar atasnya.” 

فَقَالَ رَسُولُ اللهِ ﷺ: وَدِدۡنَا أَنَّ مُوسَى صَبَرَ حَتَّى يُقَصَّ عَلَيۡنَا مِنۡ أَمۡرِهِمَا). قَالَ: وَكَانَ ابۡنُ عَبَّاسٍ يَقۡرَأُ: وَكَانَ أَمَامَهُمۡ مَلِكٌ يَأۡخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ صَالِحَةٍ غَصۡبًا، وَأَمَّا الۡغُلَامُ فَكَانَ كَافِرًا. [طرفه في: ٧٤]. 

Rasulullah—shallallahu ‘alaihi wa sallam—bersabda, “Kami sangat ingin Musa bersabar hingga akan diceritakan kepada kami kisah mereka berdua.” 

Perawi berkata: Ibnu ‘Abbas membaca dengan qiraah yang artinya, “Di depan mereka ada seorang raja yang mengambil paksa setiap kapal yang bagus. Adapun anak itu, maka dia kafir.”