Berqurban disyariatkan untuk yang hidup sebab tidak terdapat dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, tidak pula dari para sahabat yang aku ketahui, mereka berqurban untuk orang-orang yang sudah meninggal secara khusus / tersendiri. Putra-putri Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah meninggal saat beliau masih hidup, demikian pula telah meninggal istri-istri dan kerabat-kerabatnya, Rasulullah tidak berkurban untuk satu orangpun dari mereka. Beliau tidak berqurban untuk pamannya (Hamzah), tidak juga untuk istrinya (Khodijah dan Zainab binti Khuzaimah), tidak pula untuk ketiga putrinya, dan seluruh anak-anaknya. Seandainya ini termasuk perkara yang disyariatkan, niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan menerangkannya dalam sunnahnya baik itu ucapan maupun perbuatan, akan tetapi hendaknya seseorang berqurban untuk dirinya dan keluarganya. Dan adapun mengikutsertakan mayit / orang yang sudah meninggal, maka telah dijadikan dalil untuknya bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berqurban untuknya dan untuk keluarganya, sedangkan keluarganya mencakup istri-istrinya yang telah meninggal dan istri-istrinya yang masih hidup, dan juga beliau berqurban untuk umatnya yang di antara mereka ada yang sudah meninggal dan juga yang belum ada. Akan tetapi berqurban untuk mereka (orang-orang yang sudah meninggal) secara khusus / tersendiri, aku tidak mengetahui ada asalnya dalam sunnah.
Sumber: Syarhul Mumti' 7/455, Ibnu Utsaimin.
Sumber: Buletin Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-9 Tahun ke-1 / 14 Februari 2003 M / 12 Dzul Hijjah 1423 H.