Cari Blog Ini

Buatlah Mereka Tertawa

Beberapa hari lalu, seorang teman mengabarkan bahwa seorang sahabat telah wafat. Tiba-tiba saja setelah berwudhu menjelang subuh, dadanya sesak seperti tertindih benda berat. Tak kuasa bernafas. Dibawa ke rumah sakit terdekat, ditangani dengan sebaik-baiknya oleh ahlinya, toh akhirnya Allah yang menentukan ajal semua makhlukNya. Sahabat saya tidak bertahan, menghembuskan nafas terakhirnya. Inna lillah wa inna ilaihi raji’un.. Sahabat saya tadi meninggalkan beberapa anak yang masih kecil.

Pembaca yang mulia, mungkin di antara Anda ada yang masih lengkap orang tuanya. Ada pula yang telah wafat. Anda yang masih lengkap orang tuanya, cobalah tanyakan kepada teman yang salah seorang atau kedua orang tuanya telah wafat. Apakah telah berbuat baik kepada orang tua mereka? Sebagian besar, pastilah menjawab bahwa mereka belum memberikan yang terbaik untuk orang tua mereka. Selalu ada yang kurang. Selalu ada sesal, mengapa ketika masih bersama dahulu tidak meluangkan berbuat sebaik-baiknya kepada kedua orang tua. Yang ada hanya berandai-andai, “Andai saja beliau masih hidup, niscaya aku akan berbuat baik dan terus berbuat baik untuk mereka.”

Sejelek apa pun orang tua kita, mereka pantas dimuliakan. Bagaimana tidak? Siapa yang pertama kali menimang dan melindungi kita dari bahaya, menyayangi dengan tulus, membelai dengan lembut, menatap dengan kasih sayang, bersedih dan resah ketika kita sakit? Orang tua kita. Tapi itu dulu. Ketika kita sudah dewasa, tumbuh besar dan gagah, mandiri dan sukses, kita sering tidak sadar. Bahwa kita adalah anak-anak mereka. Bahwa kewajiban kita yang bernama birrul walidain –berbakti kepada kedua orang tua- adalah selama hayat masih dikandung badan. Tidak ada anak yang tidak wajib berbakti kepada orang tua. Baik orang tuanya masih hidup maupun sudah wafat. Baik orang tuanya kaya maupun miskin. Baik orang tuanya muslim maupun kafir. Kewajiban berbakti itu tetap ada dan tak pernah hilang.

Seorang anak, dalam meniti jalan hidupnya bersama orang tua pastilah kadang menemui saat-saat berbenturan dengan keduanya. Saat-saat ketika ada perselisihan. Dan itu sangat wajar, manusiawi. Kalau kita bicara tentang situasi anak terhadap orang tua, yang terimajinasi adalah anak-anak yang masih kecil, masih sekolah, masih muda. Seakan-akan kewajiban berbakti kepada orang tua itu terkikis ketika sudah menikah, sudah dewasa dan tumbuh besar mandiri dan sukses. Tidak. Dulu kalau kita sedang marahan dengan orang tua, sebagian kita mengadu kepada kerabat kita lainnya. Atau kepada sahabat terdekat. Atau kepada tetangga yang telah teranggap selayaknya saudara sendiri. Segelas teh manis, atau sepiring nasi beserta lauknya menjadi sangat berharga. Sehingga kadang muncul bisikan, “Ini bukan orang tua malah baik, sedangkan orang tua sendiri malah kurang baik.” Kita lupa, bahwa orang tua kita telah berbuat baik kepada kita sejak kita baru saja menghidup udara bumi. Kita lupa, bahwa sejak bertahun-tahun lamanya, mereka telah mendahului siapa pun untuk memberikan yang terbaik untuk kita. Menyesal, hanya akan ada setelah mereka sudah tidak ada di sisi kita. Tertegun hanya akan ada setelah kita tak lagi bisa memutar waktu agar mereka kembali hidup di tengah-tengah kita.

Berbakti kepada orang tua bukanlah hal asing. Tidak perlu menjadi seorang ulama atau ahli ilmu untuk mengetahui tentang kewajiban hal tersebut. Pokok-pokok pikiran berbakti kepada orang tua sudah sangat populer. Bergegas menolong mereka dalam kebaikan, memenuhi panggilan mereka, tidak membantah perintah mereka yang tidak bertentangan dengan syariat, memuliakan mereka, berkata dengan santun dan lembut kepada mereka, dan seterusnya. Bahkan, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan tentang keutamaan jihad yang sebagai puncak amalan dalam Islam, beliau tetap mengedepankan berbakti kepada orang tua ini sebagai hal yang berkedudukan tinggi di samping jihad. Pernah suatu hari beliau didatangi seorang pemuda yang dengan keinginan jihadnya membuat kedua orang tuanya menangis. Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya pulang dan memerintahkan pemuda tersebut untuk segera kembali kepada kedua orang tuanya dan menghapus air matanya. Kisah selengkapnya sebagaimana berikut:
عَنۡ عَبۡدِ اللهِ بۡنِ عَمۡرٍو قَالَ أَتَى رَجُلٌ رَسُولَ اللهِ ﷺ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللهِ إِنِّي جِئۡتُ أُرِيدُ الۡجِهَادَ مَعَكَ أَبۡتَغِي وَجۡهَ اللهِ وَالدَّارَ الۡآخِرَةَ وَلَقَدۡ أَتَيۡتُ وَإِنَّ وَالِدَيَّ لَيَبۡكِيَانِ قَالَ فَارۡجِعۡ إِلَيۡهِمَا فَأَضۡحِكۡهُمَا كَمَا أَبۡكَيۡتَهُمَا
Dari Abdullah bin ‘Amr berkata, “Seseorang pernah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, sungguh aku datang ingin berjihad bersamamu. Aku berharap wajah Allah dan kehidupan akhirat, dan aku telah datang dalam keadaan kedua orang tuaku benar-benar menangis.’ Beliau menjawab, ‘Kalau begitu, kembalilah kepada keduanya, buatlah mereka berdua tertawa sebagaimana kamu telah membuat mereka berdua menangis.’[H.R. Ibnu Majah, Abu Dawud dan An Nasai]

Nah sahabat Tashfiyah yang shalih, berbaktilah kepada orang tua kita. Banyak hal yang kelak akan merintangi kita jika kita tidak berbakti hari ini. Banyak perkara yang kelak akan membuat jalan kita melelahkan dan penat kalau hari ini kita lalai untuk berbakti kepada orang tua. Bagaimana tidak? Ridha Allah tergantung kepada ridha mereka berdua. Dan murka Allah tergantung kepada murka mereka. Kalau mereka ridha, insya Allah, Allah akan ridha. Dan sebaliknya jika orang tua kita murka, maka murkalah Allah kepada kita.

Sahabat, kalau ada orang yang paling berhak untuk kita berbuat baik padanya, itulah orang tua kita. Kalau ada orang yang paling berhak kita bertutur lembut dan santun padanya, itulah orang tua kita. Jangan sampai kita bisa berbuat baik kepada orang lain tapi kepada orang tua sendiri berat untuk berbakti. Jangan sampai kita bisa berkata santun kepada yang lain, tapi kepada orang tua sendiri justru kasar dan lancang berbicara. Jangan sampai kita bisa menyambung silaturahmi dengan orang lain, tapi kepada orang tua sendiri justru jarang berkomunikasi.

Sungguh, jika seorang anak itu jauh dari berbakti kepada orang tua dia akan benar-benar punya urusan besar di hari hisab nanti.

Kepada Allah kita memohon taufik. Tetap semangat beribadah, dan selalu berbuat baik kepada sesama, terutama kepada orang tua kita. Mudah-mudahan berkah Allah senantiasa tercurah untuk para pembaca beserta keluarga dan orang tua kalian semua.

[Eko Prast]

Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 37 volume 04 1435 H / 2014 M rubrik Motivasi.