Saat Islam mulai terbit di ufuk Makkah, menyinari gelapnya kesyirikan, Allah memilih di antara hamba-hamba-Nya kesatria-kesatria pilihan yang tegak memikul cahaya Islam. Tercatat dalam sejarah emas Islam, manusia-manusia pilihan yang berasal dari negeri Makkah, Yatsrib (Madinah), maupun negeri-negeri sekitarnya. Allah lebih mengetahui tentang kegigihan dan perjuangan para sahabat Rasul tersebut. Di antara mereka adalah seorang pemimpin Anshar yang bernama Ubay bin Kaab bin Qais bin Ubaid bin Zaid bin Muawiyyah bin Amr bin Malik bin Najjar Al Khazraji Al Anshari radhiyallahu ‘anhu. Terkenal dengan sebutan Abu Mundzir atau Abu Thufail. Beliau adalah seorang penduduk kota Madinah yang termasuk sahabat Anshar yang memperoleh hidayah Islam di awal kemunculannya. Dengan kerelaan dan kesadaran penuh, beliau bersumpah setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam peristiwa Baiat Aqabah kedua yang dihadiri sekitar 70 orang penduduk Madinah. Saat itu seorang yang berani mendukung dan setia kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki risiko dan bahaya besar yang mengancamnya. Ia harus siap menentang dan menantang arus masyarakat Arab dan tradisi kesyirikan mereka. Bahkan tidak hanya berisiko kehilangan harta, namun berisiko pula kehilangan nyawa.
Ubay radhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang berperawakan sedang, tidak gemuk dan tidak pendek. Rambut dan jenggotnya berwarna putih. Sangat bersahaja dan dihormati oleh para sahabat Nabi. Beliau adalah seorang sahabat yang cerdas serta memiliki banyak keutamaan sehingga Umar bin Al Khatthab radhiyallahu ‘anhu suka meminta pertimbangan dalam menentukan langkah kepada beliau. Umar radhiyallahu ‘anhu sendiri memuji beliau sebagai Sayyid al-Qurra`, pemimpin para pembaca Al-Quran.
Pemimpin Para Pembaca Al Quran.
Beliau adalah salah seorang yang ahli Al Quran. Oleh karenanya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memercayakan beliau untuk menggantikan beliau mengimami shalat kaum muslimin saat beliau pergi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memercayakan pengajaran Al Quran kepada beliau bagi para duta yang dikirim dari berbagai kabilah dan suku. Beliau sendiri termasuk salah seorang sahabat yang dipercaya untuk menulis wahyu. Bersama dengan sahabat Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, beliau diserahi tugas oleh Rasulullah untuk menulis wahyu Al Quran. Bahkan sebelum Zaid bin Tsabit ditugaskan menulis wahyu, beliau telah diperintahkan untuk menulis wahyu. Jadilah beliau sebagai sahabat yang pertama menuliskan wahyu untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan kaum Anshar di Madinah. Apabila beliau tidak hadir di sisi Rasul karena suatu halangan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu.
Mengenai kepiawaian beliau dalam hal Al Quran ini pun telah diakui oleh para sahabat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri pernah memuji beliau dalam hal Al Quran. Suatu saat Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
أَرۡحَمُ أُمَّتِي بِأُمَّتِي أَبُو بَكۡرٍ، وَأَشَدُّهُمۡ فِي أَمۡرِ اللهِ عُمَرُ، وَأَصۡدَقُهُمۡ حَيَاءً عُثۡمَانُ، وَأَعۡلَمُهُمۡ بِالۡحَلَالِ وَالۡحَرَامِ مُعَاذُ بۡنُ جَبَلٍ، وَأَفۡرَضَهُمۡ زَيۡدُ بۡنُ ثَابِتٍ، وَأَقۡرَؤُهُمۡ أُبَيُّ، وَلِكُلِّ أُمَّةٍ أَمِينٌ وَأَمِينُ هَذِهِ الۡأُمَّةِ أَبُو عُبَيۡدَةَ بۡنُ الۡجَرَّاحِ.
“Orang yang paling sayang terhadap umatku dari kalangan umatku adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam hal perintah Allah adalah Umar, yang paling mempunyai rasa malu adalah Utsman, yang paling mengerti halal dan haram adalah Muadz bin Jabal, yang paham ilmu waris adalah Zaid bin Tsabit, yang paling memahami Al-Quran adalah Ubay (bin Ka’ab), dan setiap umat memiliki orang yang paling terpercaya, orang yang paling terpercaya dari umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.” [disebutkan dalam Ash-Shahihah]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah mengatakan yang artinya, “Ambillah Al-Quran (belajarlah) dari empat sahabat, Ibnu Mas’ud, Salim budak Hudzaifah, Ubay dan Mu’adz bin Jabal.”
Bahkan Allah menyebut nama Ubay radhiyallahu ‘anhu saat memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengajari beliau. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ubay:
إِنَّ اللهَ أَمَرَنِي أَنۡ أَقۡرَأَ عَلَيۡكَ الۡقُرۡآنَ
‘Sesungguhnya Allah memerintahkan padaku untuk mengajarimu Al-Quran.’
Ubay bertanya, ‘Apakah Allah menyebut namaku kepada Anda?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya.’ Ubay bertanya kembali, ‘Dan aku disebut di sisi Allah Pencipta alam semesta?’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Ya.’ Mendengar hal itu, mata Ubay mencucurkan air mata, beliau menangis. [H.R. Ahmad, Al-Bukhari, Muslim dan at-Tirmidzi]
Oleh karena tingginya kedudukan beliau, pantaslah bila para sahabat pun banyak yang memuji beliau dan mendudukkan beliau di tempat mulia. Saat Umar menjadi khalifah, beliau senantiasa meminta nasihat dan pandangan kepada beberapa sahabat, di antaranya adalah Ubay bin Kaab radhiyallahu ‘anhu. Umar juga pernah mengatakan tentang beliau:
أَقۡرَؤُنَا أُبَي، وَأَقۡضَانَا عَلِيٌّ
“Orang yang paling mengerti tentang Al-Quran di antar kami adalah Ubay, dan yang paling tepat di antara kami dalam memutuskan perkara adalah Ali.” [Riwayat Ahmad, Al-Bukhari]
Sahabat Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhu juga mengatakan tentang beliau, “Pelajarilah Al-Quran dari empat orang: Abdullah bin Mas’ud, Ubay bin Ka’ab, Muadz bin Jabal, Salim maula Abu Huzaifah.” [Riwayat Al-Bukhari]
DOA YANG MUSTAJAB
Semakin dekat kedudukan seseorang di sisi Allah, semakin dekat pula pertolongan dan bantuan Allah kepadanya. Dalam suatu hadits Qudsi Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَإِذَا أَحۡبَبۡتُهُ كُنۡتُ سَمۡعَهُ الَّذِي يَسۡمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبۡصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبۡطُشُ بِهَا وَرۡجِلَهُ الَّتِي يَمۡشِي بِهَا، وَإِنۡ سَأَلَنِي لَأُعۡطِيَنَّهُ
“Maka apabila Aku telah mencintainya, Aku menjadi pendengarannya yang ia mendengar dengannya, dan penglihatannya yang ia melihat dengannya, dan tangannya yang ia memukul dengannya dan kakinya yang ia berjalan dengannya[1]. Dan apabila ia meminta maka sungguh akan Aku beri…” [H.R. Al Bukhari]
Ubay adalah salah seorang sahabat yang doanya mustajab. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma menceritakan bahwa pada suatu perjalanan, Umar bin Al-Khattab berkata, “Ayo kita pulang ke negeri kita!” dan saat itu, aku dan Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu tertinggal di belakang. Tiba-tiba awan menjadi gelap. Lalu Ubay berdoa, “Ya Allah, jauhkanlah gangguannya dari kami.” Lalu kami dapat menyusul rombongan, dan [kami melihat] keadaan kendaraan mereka basah kuyup, lalu Umar bertanya, “Tidakkah engkau kehujanan sebagaimana kami?” Ibnu Abbas menjawab, “Tadi Abu al-Mundzir (Ubay bin Ka’ab) berdoa, ‘Ya Allah, jauhkanlah gangguannya dari kami.’” Umar menimpali, “Tidakkah kalian mendoakan kami juga?”
Beliau adalah seorang sahabat yang dekat dengan Nabi. Tak kurang dari 150 lebih hadits telah diriwayatkan oleh beliau. Senantiasa dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bersiap sedia menuliskan wahyu Allah yang turun. Sehingga, karena keutamaan ini, banyak dari kalangan sahabat dan tabiin yang berguru kepada beliau radhiyalahu ‘anhu. Sahabat yang meriwayatkan hadits dari beliau adalah Umar bin Al Khaththab, Abu Ayyub Al Anshari, Sahl bin Saad, Abu Musa, Abu Hurairah, Anas, Ubadah bin Shamit, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Khabbab, dan anak beliau sendiri Thufail bin Ubay. Adapun dari kalangan tabiin Suwaid bin Ghafalah, Zir bin Hubais, Abu Al-Aliyah Ar-Riyahi, Abu Utsman An-Nahdi, Sulaiman bin Shurrad, Sahl bin Sa’ad, Abu Idris Al-Haulani, Abdullah bin Al-Harits bin Naufal, Abdurrahman bin Abza, Abdurrahman bin Abu Laila, Ubaid bin Umair, Utai As-Sa’di, Ibnu al-Hautakiyah, dan Said bin al-Musayyib.
Wafat Beliau
Sebagian ahli sejarah Islam seperti Abu ‘Aram berpendapat bahwa Ubay meninggal di saat kekhalifahan Umar bin Al Khaththab radhiyallahu ‘anhu tahun 22 H. Saat itu Umar mengatakan tentangnya, “Pada hari ini telah meninggal pemimpinnya kaum muslimin.” Ini adalah pendapat kebanyakan ahli ilmu. Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa ia meninggal di awal zaman kekhalifahan Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu tahun 32 H. Hal ini berdasarkan riwayat Al Bukhari dalam kitab Tarikh beliau, dari Abdurrahman bin Abza. Di sana disebutkan bahwa ia pernah berkata kepada Ubay saat terjadi peristiwa pembunuhan Utsman. Radhiyallahu anhu, semoga Allah meridhainya. Wallahu a’lam. [hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah edisi 37 volume 04 1435 H / 2014 M rubrik Figur.
[1] Yakni, Allah subhanahu wa ta’ala akan membimbing pendengaran, penglihatan, dan gerak-geriknya sesuai dengan tuntunan syariat.