Naisabur menjadi satu dari sekian tempat lahirnya pakar hadis dan ulama kelas dunia. Bagi sebagian pembaca mungkin Kota Naisabur masih terasa asing di telinga. Kota indah ini secara geografis terletak di Provinsi Khurasan yang sekarang masuk wilayah Iran. Kota Naisabur berjarak kurang lebih 432 mil dari arah timur Teheran yang merupakan Ibu kota Iran. Kota ini pernah mencapai masa keemasan pada abad 10 sebelum luluh lantak karena invasi pasukan Mongol. Di sinilah terlahir seorang tokoh ilmu hadis pada abad ke 4 yang sangat terkenal. Beliau adalah Ibnu Khuzaimah yang sejatinya bernama lengkap Muhammad bin Ishaq bin Khuzaimah bin Shalih bin Bakar An Naisaburi Asy Syafi’i rahimahullah. Ulama dengan kuniah Abu Bakar lahir pada bulan Shafar tahun 223 atau bertepatan dengan 838 M di Naisabur.
PENDIDIKAN ILMIYAHNYA
Semenjak kecil beliau tumbuh dan berkembang di tengah keluarga yang taat beragama. Allah subhanahu wa ta’ala telah menganugerahkan antusias mempelajari hadis sejak usia kecil. Memang luar biasa, sangat jarang ada anak kecil punya semangat menggelora untuk belajar ilmu hadis. Bahkan Ibnu Khuzaimah kecil meminta izin kepada ayahnya untuk belajar hadis kepada Qutaibah bin Sa’id rahimahullah. Ia sangat berharap dukungan dari sang ayah untuk merealisasikan tekadnya tersebut. Namun sang ayah menghasung agar fokus mempelajari Al Quran terlebih dahulu. “Aku akan mengizinkanmu jika engkau menyelesaikan Al Quran terlebih dahulu.” Ujar sang ayah. Beliau pun termotivasi dengan syarat yang diajukan ayahnya, sehingga mampu menyelesaikan hafalan Al Quran ketika masih kecil.
Talenta besar beliau memang sudah terlihat di masa kanak-kanak. Menjadi penghafal Al Quran di masa kecil merupakan fenomena yang biasa di kalangan salaf. Tibalah saatnya beliau berpetualang mencari hadis dari para ulama. Ibnu Khuzaimah menuturkan, “Aku pergi ke Moru dan mendengarkan hadis dari Muhammad bin Hisyam lalu sampailah berita kematian Ibnu Qutaibah kepada kami.” Ibnu Qutaibah meninggal pada tahun 240 H sehingga perjalanan ilmiyah Ibnu Khuzaimah mulai dilakukan pada usia 17 tahun.
Petulangan mencari hadis dilakukan dengan antusias dan spirit yang tinggi. Beliau melawat ke berbagai negeri semata-mata demi periwayatan hadis bukan untuk tujuan lain. Belahan negeri Islam bagian timur menjadi target utama dalam periwayatan hadis. Selain Naisabur, lawatan beliau meliputi Marwa, Ray, Syam, Jazirah, Mesir, Wasith, Baghdad, Bashrah, dan Kufah. Selama penjelajahan ke negeri-negeri tersebut beliau belajar kepada para ulama semisal Ali bin Muhammad, Muhammad bin Mihran Al Jammal, Musa bin Sahl Ar Ramli, Abdul Jabbar bin Al A’la, Yunus bin Abdul A’la, Muhammad bin Harb, Nashr bin Ali Al Azdi, Abu Kuraib Muhammad bin Al A’la, Ali bin Hujr, Muhammad bin Basyar, dan masih banyak yang lainnya.
Beliau banyak mencurahkan hidupnya untuk mengkaji hadis dan ilmu fikih. Hingga akhirnya menjadi ulama dengan kepakarannya dalam ilmu hadis dan dukungan intelektual yang tinggi serta hafalan super kuat. Sampai-sampai beliau pernah menyatakan, “Tidaklah aku menulis hitam di atas putih kecuali aku pasti mengetahuinya.” Bahkan di zaman itu beliau merupakan salah satu ulama yang paling berilmu tentang fikihnya Syafi’i. Beliau juga seorang imam mujtahid dalam bidang fikih bahkan telah mencapai level mujtahid mutlak. Tak pelak beliau menjadi incaran para penuntut ilmu dari berbagai penjuru negeri. Sehingga Al Bukhari dan Muslim juga pernah meriwayatkan darinya pada selain kedua kitab shahihnya. Bahkan sebagian syaikhnya juga meriwayatkan darinya seperti Muhammad bin Abdullah bin Abdul Hakam, Yahya bin Muhammad bin Sha’id, Abu Ali an-Naisaburi, dan yang lainnya.
PUJIAN ULAMA
Ada banyak ulama yang memberikan apresiasi yang baik kepada beliau atas kapasitas keilmuan dan integritasnya dalam dakwah. Berkata Ibnu Hibban rahimahullah, “Aku belum pernah melihat di atas muka bumi ini orang yang sangat baik penguasaan terhadap hadis melebihi Muhammad bin Ishaq. Ia mampu menghafal lafal-lafal hadis beserta dengan tambahannya. Seakan-akan seluruh hadis berada di hadapan kedua pelupuk matanya.”
“Seorang Hafizh (penghafal), Hujjah, Syaikhul Islam, Imamnya para ulama, pemilik berbagai karya tulis, mengerahkan segenap kemampuan di masa mudanya untuk mempelajari hadis hingga menjadi simbol dalam ilmu agama dan kekuatan hafalan.” Demikian sanjungan Adz Dzahabi rahimahullah dalam Siyar A’lamin Nubala. Ad Daruquthni tak ketinggalan memujinya setinggi langit, “Ibnu Khuzaimah adalah seorang imam dan pakar hadis yang sangat teliti dan ulama yang tiada duanya.”
Para pembaca yang budiman, apa rahasianya hingga beliau menjadi ulama yang ilmunya sangat luas dan bermanfaat bagi Islam serta kaum muslimin. Rasa penasaran mendorong sebagian orang untuk bertanya kepada beliau, “Dari mana engkau mendapatkan ilmu sedemikian luas.” Ibnu Khuzaimah rahimahullah menjawab, “Air zam-zam memberikan manfaat sesuai yang diinginkan ketika meminumnya. Dan aku ketika minum air zam-zam memohon ilmu yang bermanfaat kepada Allah subhanahu wa ta’ala.”
Tentu semua adalah karunia Allah subhanahu wa ta’ala yang terlimpah kepada beliau. Dengan didukung tajamnya kecerdasan, kekuatan hafalan, dan perjuangan nan tinggi. Pantaslah jika Ibnu Abi Hatim merasa heran ketika ditanya bagaimana status Ibnu Khuzaimah. Ibnu Abi Hatim rahimahullah berkata, “Celaka kalian, semestinya beliau yang ditanya tentang kami, bukan kami yang ditanya tentang beliau! Jelas beliau adalah seorang Imam yang pantas diteladani.” Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Ia adalah lautan ilmu yang telah mengembara ke banyak negeri untuk mencari hadis dan ilmu. Lalu ia mencatat, menulis, dan mengumpulkannya. Adapun kitabnya Ash Shahih termasuk kitab yang paling bermanfaat lagi agung. Dialah seorang mujtahid dalam agama Islam.”
KARYA TULISNYA
Ratusan karya ilmiyah terlahir dari tangan beliau sepanjang hidup. Pengabdiannya terhadap Islam tidak hanya terwujud dengan lisan semata. Namun ternyata beliau sangat aktif menorehkan tinta hitam dalam berbagai disiplin ilmu agama. Tentang hal ini Al Hakim rahimahullah pernah berkata, “Menurutku, kelebihan-kelebihan Ibnu Khuzaimah terhimpun dalam kertas-kertas yang begitu banyak. Sementara karya tulisnya lebih dari 140 buku dan itu pun belum termasuk karyanya yang berupa masail yang jumlahnya lebih dari 100 juz. Beliau juga mempunyai tulisan yang membahas fikih hadis Barirah sebanyak 3 juz.” Namun sangat disayangkan mayoritas karya tulisnya tidak sampai kepada kita hingga saat ini.
Di antara kitabnya yang sangat terkenal adalah Kitab Shahih Ibnu Khuzaimah. Nama asli kitab ini sebagaimana disebutkan oleh penulisnya sendiri adalah Mukhtasharul Mukhtashar minal Musnad Ash Shahih ‘anin Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam binaqlil ‘adli ‘anil adli maushulan ilaihi shallallahu ‘alaihi wa sallam min ghairi Qath’in fi Atsnail Isnad wa Jarhin fi Naqilil Ikhbar. Demikian halnya kitab At Tauhid yang mendeskripsikan tentang akidah Ahlus Sunnah wa Jama’ah. Dan juga di antara buah karyanya adalah kitab Sya’nun Du’a wa Tafsirul Ad’iyah al-Ma’tsurah ‘an Rasulillah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ibnu Khuzaimah merupakan figur ulama yang komitmen terhadap Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan akidah yang lurus. Tulisan-tulisan ilmiyahnya terutama At Tauhid mencerminkan bagaimana hakikat akidah beliau. Demikian halnya statmen beliau dalam bab Tauhid Asma’ wa Shifat semisal pernyataannya, “Siapa saja yang enggan menetapkan bahwa Allah beristiwa’ di atas Arsy-Nya di atas tujuh langit, berarti dia seorang kafir.”
Tentang Al Quran beliau menyatakan, “Al Quran adalah Kalamullah (firman Allah) dan barang siapa mengatakan bahwa Al Quran adalah makhluk maka dia telah kafir. Pelakunya harus dimintai tobatnya, jika dia bertobat maka itu yang diinginkan. Namun jika tidak maka hukumannya adalah dibunuh dan tidak boleh menguburkannya di pemakaman kaum muslimin.” Ibnu Khuzaimah juga tegas membantah kelompok-kelompok menyimpang semisal Jahmiyah, Kullabiyah, dan yang lainnya.
AKHIR HAYATNYA
Beliau meninggal pada malam Sabtu di bulan Dzulqa’dah tahun 311 H dalam usia 88 tahun. Jenazah Ibnu Khuzaimah disalati oleh putranya sendiri, yaitu Abu Nashr bersama dengan segenap kaum muslimin. Pada awalnya jenazah beliau dimakamkan di kamar rumahnya. Namun selanjutnya kamar tersebut dijadikan sebagai kuburan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan memberikan balasan yang terbaik atas segala kebaikan beliau untuk Islam serta kaum muslimin. Allahu A’lam.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 58 vol.05 1439 H rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafiy Abdullah