Satu kenikmatan dan kebahagiaan yang akan dirasakan kaum mu'minin tatkala menghadap Rabbnya di hari akhirat dalam keadaan beriman, sebaliknya sungguh malapetaka, kebingungan yang luar biasa serta penyesalan yang sangat mendalam dirasakan orang-orang kafir di hari itu. Allah menggambarkan keadaan mereka dalam firmanNya,
وَوُجُوهٌ يَوۡمَئِذٍۭ بَاسِرَةٌ ٢٤ تَظُنُّ أَن يُفۡعَلَ بِهَا فَاقِرَةٌ
"Dan wajah-wajah (orang kafir) pada hari itu muram, mereka yakin bahwa akan ditimpakan kepadanya malapetaka yang amat dahsyat." (QS Al Qiyamah: 24-25).
Orang-orang yang beriman yakin betul dengan firman Allah,
فَمَن كَانَ يَرۡجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلۡيَعۡمَلۡ عَمَلًا صَـٰلِحًا وَلَا يُشۡرِكۡ بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al Kahfi: 110).
Sehingga Allah menggambarkan keadaan mereka di akhirat dengan firmanNya,
وُجُوهٌ يَوۡمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ ٢٢ إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
"Wajah-wajah (orang-orang mu'min) pada hari itu berseri-seri, kepada Tuhannyalah mereka melihat." (QS Al Qiyaamah: 22-23).
Para pembaca, tentang dapat melihatnya orang-orang mu'min kepada sang penciptanya, Dzat yang Maha Besar Allah subhanahu wa ta'ala di akhirat adalah perkara yang menyangkut masalah aqidah, betapa tidak, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, "Yang menjadi kesepakatan para salaf, bahwa barangsiapa yang mengingkari ru'yatullah (melihat Allah) di akhirat ia telah kafir." Kemudian beliau menukil pernyataan Imam Ahmad, "Siapa yang mengira bahwa Allah tidak dapat dilihat (secara mutlak -pent.) ia telah kafir dan mendustakan al Qur'an, dikembalikan urusannya kepada Allah, diterima taubatnya bila ia bertaubat, bila tidak maka diperangi / dibunuh! (Dari Majmu'ul Fatawa: 6/486 dan 500). Adakah golongan yang menolak ru'yatullah secara mutlak? Karya-karya para ulama terdahulu menjadi saksi akan keberadaan golongan ini, kitab-kitab mereka dipenuhi dengan bantahan-bantahan atasnya, sehingga masalah ini (ru'yatullah) adalah masalah prinsip yang membedakan antara aqidah Islam dan aqidah yang tidak berasal dari Islam, muncul sejumlah nama besar para penentang ru'yatullah seperti al Jahm bin Shofwan as Samarkondy dengan gerakan Jahmiyahnya, Amr bin Ubaid, dan Washil bin Atho' al Fazaary dengan gerakan Mu'tazilahnya serta golongan al Imamiyah dan az Zaidiyah dari kelompok Syi'ah, mereka memelintir nash-nash yang berkaitan dengan ru'yatullah, berusaha mempreteli dan menjauhkan umat dari aqidah yang benar, bukan hanya mereka yang tengah berusaha menyimpangkan umat, tetapi juga muncul dari kelompok suluk kaum sufi yang beranggapan bahwa Allah dapat dilihat di dunia dan di akhirat, bahkan sebagian dari mereka kelompok hululiyah menyatakan bahwa Dzat Allah dapat bersatu dengan makhlukNya, juga al Ittihadiyyah yang mengatakan bahwa makhluk adalah Allah, dan Allah adalah makhluk, wal 'iyaadzu billah.
Para pembaca, sejumlah golongan sesat itu, meski para tokoh dan nama gerakannya telah tiada - seperti al Jahm bin Shofwan yang telah berhasil dibunuh Salim bin Ahwaz di Irak pada tahun 121 H - tetapi pemikiran dan keyakinannya telah menyebar luas hingga generasi kita, perubahan nama tidaklah merubah hakikatnya, berhati-hatilah!
Telah sepakat para salaf tentang penetapan melihat Allah dengan mata di akhirat bagi orang-orang yang beriman serta peniadaan dari melihatNya di dunia. Allah berfirman,
لِّلَّذِينَ أَحۡسَنُوا۟ ٱلۡحُسۡنَىٰ وَزِيَادَةٌ
"Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya." (QS Yunus: 26).
Yang dimaksud "tambahannya" ialah melihat wajahNya (Allah) yang mulia, sebagaimana penafsiran sejumlah para sahabat di antaranya, Abu Bakar ash Shiddiq, Hudzaifah ibnul Yaman, Abdullah ibnu Abbas, Sa'id ibnul Musayyab, dan yang lainnya. (Lihat Tafsirul Qur'anil Azhim: 4/435). Demikian pula Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menafsirkan beliau bersabda, "Apabila ahli surga telah memasuki surga, Allah berkata pada mereka, "Apakah kalian mau Aku tambahkan sesuatu?" Ahli surga menjawab, "Bukankah Engkau telah menjadikan wajah-wajah kami putih? Bukankah Engkau telah memasukkan kami ke surga dan menyelamatkan kami dari neraka?" Rosulullah berkata, "(Maka Allah membuka hijab/ penghalang, maka tidak ada sesuatu pun yang telah diberikan pada mereka (penghuni surga) yang paling mereka senangi daripada melihat kepada Rabbnya Azza wa Jalla." (HR Muslim -Kitabul Iman dari Suhaib radhiyallahu 'anhu). Allah juga berfirman,
كَلَّآ إِنَّهُمۡ عَن رَّبِّهِمۡ يَوۡمَئِذٍ لَّمَحۡجُوبُونَ
"Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar terhalang dari (melihat) tuhan mereka." (QS Al Muthaffifiin: 15).
Berkata Imam Syafi'i rahimahullah, "Maka, ketika Allah subhanahu wa ta'ala dengan kebencianNya menghalangi mereka (orang-orang kafir) dari melihatNya, ini berarti dalil bahwa mereka (para wali Allah, orang-orang mu'min) melihatNya dengan keridhoanNya." (Syarh Ushulul I'tiqaad: 3/506).
Teramat banyak hadits-hadits yang memuat tentang orang mu'min melihat Allah di akhirat, bahkan dikategorikan sebagai hadits yang mutawatir oleh Ibnu Hajar al Atsqolaaniy dan lainnya, kami sebutkan di antaranya. "Orang-orang bertanya kepada Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, 'Wahai Rosulullah, apakah kita akan melihat Rabb kita pada hari kiamat?' Rosulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berkata, 'Apakah kalian terhalangi dari melihat bulan pada malam purnama?' Mereka menjawab, 'Tidak, wahai Rosulullah.' Beliau berkata lagi, 'Apakah kalian terhalangi dari melihat matahari yang tak ada awan di bawahnya?' Mereka menjawab, 'Tidak.' Kemudian Rosulullah berkata, 'Sesungguhnya kalian akan melihatnya (yakni Rabb) seperti itu (yakni jelas tanpa ada penghalang).'" (HR Bukhori -Kitabut Tauhid- dan Muslim -Kitabul Iman-, dari sahabat Abu Hurairoh). Ibnul Qoyyim berkata, "Al Qur'an dan Sunnah yang mutawatir, serta ijma / kesepakatan para sahabat dan para ulama Islam serta ahli hadits menunjukkan bahwa Allah subhanahu wa ta'ala dapat dilihat pada hari kiamat dengan mata secara nyata, seperti halnya bulan, dapat dilihat dengan jelas pada malam purnama yang cerah dan seperti halnya matahari dapat dilihat dengan jelas di siang hari." (lihat Haadii al Arwaah).
Demikianlah para pembaca, semoga kita tergolong kepada orang-orang yang mendapat nikmat melihat wajah Allah subhanahu wa ta'ala di surga dan semoga kita disatukan untuk itu. Amiin ya Mujiibassaailiin. Wal 'ilmu 'indallah.
Sumber: Buletin Jum'at Al Wala` Wal Bara` Edisi ke-30 Tahun ke-1 / 11 Juli 2003 M / 11 Jumadil Ula 1424 H.