الۡحَدِيثُ الرَّابِعُ وَالتِّسۡعُونَ
٩٤ – عَنۡ عُبَادَةَ بۡنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ ﷺ قَالَ: (لَا صَلَاةَ لِمَنۡ لَمۡ يَقۡرَأۡ بِفَاتِحَةِ الۡكِتَابِ)[1].
94. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak sah salat siapa saja yang tidak membaca surah Al-Fatihah.”
الۡمَعۡنَى الۡإِجۡمَالِي:
سُورَةُ الۡفَاتِحَةِ، هِيَ أُمُّ الۡقُرۡآنِ وَرُوحُهُ، لِأَنَّهَا جَمَعَتۡ أَنۡوَاعَ الۡمَحَامِدِ وَالصِّفَاتِ الۡعُلۡيَا لِلهِ تَعَالَى، وَإِثۡبَاتَ الۡمُلۡكِ وَالۡقَهۡرِ، وَالۡمَعَادِ وَالۡجَزَاءِ، وَالۡعِبَادَةِ وَالۡقَصۡدِ، وَهَٰذِهِ أَنۡوَاعِ التَّوۡحِيدِ وَالتَّكَالِيفِ.
ثُمَّ اشۡتَمَلَتۡ عَلَى أَفۡضَلِ دُعَاءٍ، وَأَجَلِّ مَطۡلُوبٍ، وَسُؤَالِ النَّجَاةِ مِنۡ سُلُوكِ طَرِيقِ الۡمُعَانِدِينَ وَالضَّالِّينَ، إِلَى طَرِيقِ الۡعَالِمِينَ الۡعَامِلِينَ، كَمَا أَثۡبَتَتۡ كَذٰلِكَ الرِّسَالَةُ بِطَرِيقِ اللُّزُومِ.
لِذَا فُرِضَتۡ قِرَاءَتُهَا فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ، وَأُنِيطَتۡ صِحَّةُ الصَّلَاةِ بِقِرَاءَتِهَا، وَنُفِيَتۡ حَقِيقَةُ الصَّلَاةِ الشَّرۡعِيَّةِ بِدُونِ قِرَاءَتِهَا، وَيُؤَكِّدُ نَفۡيَ حَقِيقَتِهَا الشَّرۡعِيَّةِ مَا أَخۡرَجَهُ ابۡنُ خُزَيۡمَةَ عَنۡ أَبِي هُرَيۡرَةَ مَرۡفُوعًا وَهُوَ (لَا تُجۡزِىءُ صَلَاةٌ لَا يُقۡرَأُ فِيهَا بِأُمِّ الۡقُرۡآنِ).
Makna secara umum:
Surah Al-Fatihah adalah induk Al-Quran dan ruhnya karena surah tersebut mengumpulkan bermacam-macam sanjungan dan sifat-sifat yang luhur untuk Allah ta’ala. Surah tersebut juga mengandung penetapan kerajaan dan kekuasaan Allah, adanya tempat kembali dan hari pembalasan, demikian pula ibadah dan niat. Dan penetapan jenis-jenis tauhid dan beban-beban syariat. Kemudian surah ini meliputi seutama-utama doa, seagung-agung permintaan, permohonan keselamatan dari menempuh jalannya orang-orang yang menentang dan sesat menuju jalannya orang yang berilmu dan beramal. Sebagaimana hal itu telah ditetapkan oleh risalah agama ini dengan jalan harus mengikutinya.
Oleh karena itu, surah ini diwajibkan untuk dibaca pada setiap rakaat dan dikaitkan keabsahan salat dengan bacaan surah Al-Fatihah. Bahkan dinafikan hakikat salat yang syar’i apabila tidak membacanya. Yang menguatkan dinafikannya hakikat salat yang syar’i ini adalah riwayat yang dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dari Abu Hurairah secara marfu’, yaitu: “Salat yang tidak membaca Ummul Quran tidak cukup.”
اخۡتِلَافُ الۡعُلَمَاءِ:
تَقَدَّمَ أَنَّ مَذۡهَبَ الۡحَنَفِيَّةِ أَنَّ الۡمَشۡرُوعَ عِنۡدَهُمۡ قِرَاءَةُ الۡفَاتِحَةِ فِي الصَّلَاةِ، وَلَكِنَّهُمۡ يُجِيزُونَ الصَّلَاةَ بِدُونِهَا وَلَوۡ مِنۡ قَادِرٍ عَلَيۡهَا.
وَالصَّحِيحُ مَا ذَهَبَ إِلَيۡهِ الۡجُمۡهُورُ مِنۡ تَعَيُّنِ الۡفَاتِحَةِ مَعَ الۡقُدۡرَةِ عَلَيۡهَا وَتَقَدَّمَتۡ أَدِلَّةُ الۡفَرِيقَيۡنِ هُنَاكَ، وَأَجۡمَعُوا عَلَى وُجُوبِ قِرَاءَتِهَا لِلۡإِمَامِ وَالۡمُنۡفَرِدِ.
وَاخۡتَلَفُوا فِي قِرَاءَتِهَا لِلۡمَأۡمُومِ، فَذَهَبَتۡ الحَنَابِلَةُ وَالۡحَنَفِيَّةُ إِلَى سُقُوطِهَا عَنِ الۡمَأۡمُومِ مُطۡلَقًا، سَوَاءً أَكَانَ فِي صَلَاةٍ سِرِّيَّةٍ أَمۡ جَهۡرِيَّةٍ.
وَذَهَبَتۡ الشَّافِعِيَّةُ وَأَهۡلُ الۡحَدِيثِ إِلَى وُجُوبِ قِرَاءَتِهَا لِكُلِّ مُصَلٍّ: مِنۡ إِمَامٍ، وَمَأۡمُومٍ، وَمُنۡفَرِدٍ.
وَذَهَبَتۡ الۡمَالِكِيَّةُ إِلَى وُجُوبِ قِرَاءَتِهَا عَلَى الۡمَأۡمُومِ فِي السِّرِّيَّةِ، وَسُقُوطِهَا عَنۡهُ فِي الۡجَهۡرِيَّةِ، وَهُوَ رِوَايَةٌ عَنِ الۡإِمَامِ أَحۡمَدَ، اخۡتَرَاهَا شَيۡخُ الۡإِسۡلَامِ (ابۡنُ تَيۡمِيَّةَ) وَغَيۡرُهُ مِنَ الۡمُحَقِّقِينَ.
اسۡتَدَلَّ الۡحَنَفِيَّةُ بِحَدِيثِ (مَنۡ صَلَّى خَلۡفَ إِمَامٍ، فَقِرَاءَةُ الۡإِمَامِ قِرَاءَةٌ لَهُ) وَقَوۡلِهِ تَعَالَى: ﴿وَإِذَا قُرِئَ الۡقُرۡآنُ فَاسۡتَمِعُوا لَهُ وَأَنۡصِتُوا﴾ [الأعراف: ٢٠٤] وَحِديثِ (إِذَا قَرَأَ فَأَنۡصِتُوا).
وَاسۡتَدَلَّ الشَّافِعِيَّةُ وَمَنۡ وَافَقَهُمۡ بِحَدِيثِ عُبَادَةَ الَّذِي مَعَنَا.
وَأَجَابُوا عَنۡ حَدِيثِ (مَنۡ صَلَّى خَلۡفَ الۡإِمَامِ... إلخ) بِمَا قَالَهُ ابۡنُ حَجَرٍ مِنۡ أَنَّ طُرُقَهُ كُلَّهَا مَعۡلُولَةٌ، فَلَا تَقُومُ بِهِ حُجَّةٌ.
وَأَمَّا الۡآيَةُ وَحَدِيثُ (إِذَا قَرَأَ فَأَنۡصِتُوا) وَنَحۡوُهُمَا، فَهِيَ عُمُومَاتٌ فِي كُلِّ قِرَاءَةٍ، وَحَدِيثُ عُبَادَةَ خَاصٌّ بِالۡفَاتِحَةِ.
قُلۡتُ: وَيَطۡمَئِنُّ الۡقَلۡبُ إِلَى التَّفۡصِيلِ الَّذِي ذَهَبَ إِلَيۡهِ الۡإِمَامُ مَالِكٌ وَالۡإِمَامُ أَحۡمَدُ فِي إِحۡدَى الرِّوَايَتَيۡنِ عَنۡهُ لِأَنَّ أَدِلَّةَ الۡفَرِيقَيۡنِ تَجۡتَمِعُ فِيهِ، فَيَحۡصُلُ الۡعَمَلُ بِهَا كُلِّهَا.
وَلِأَنَّ قِرَاءَةَ الۡفَاتِحَةِ تَفُوتُ الۡمَأۡمُومَ فِي السِّرِّيَّةِ إِذَا لَمۡ يَقۡرَأۡهَا وَلَمۡ يَسۡمَعۡهَا مِنَ الۡإِمَامِ وَلَا يَكُونُ لِلۡإِمَامِ فَائِدَةٌ مَا دَامَ الۡمَأۡمُومُ يَشۡتَغِلُّ بِالۡقِرَاءَةِ عَنِ الۡإِنۡصَاتِ لِلۡإِمَامِ كَمَا يَتَعَيَّنُ قِرَاءَةُ الۡفَاتِحَةُ عَلَى الۡمَأۡمُومِ الَّذِي لَا يَسۡمَعُهَا لِبُعۡدٍ أَوۡ لِطَرَشٍ، عَلَى أَلَّا يَشۡغُلَ ذٰلِكَ مَنۡ بِجَانِبِهِ مِنَ الۡمُصَلِّينَ الۡمُنۡصِتِينَ.
Perselisihan Ulama:
Telah disebutkan bahwa mazhab pengikut Abu Hanifah adalah menurut mereka disyariatkan membaca surah Al-Fatihah, akan tetapi mereka menganggap sah salat tanpa membacanya meskipun orang yang salat itu sebenarnya mampu membacanya. Namun yang sahih adalah pendapat mayoritas ulama, yaitu bahwa harus membaca Al-Fatihah apabila mampu membacanya. Dan telah disebutkan dalil-dalil dua kelompok ini pada tempatnya.
Mayoritas ulama tersebut bersepakat bahwa wajib membaca surah Al-Fatihah bagi imam dan orang yang salat sendirian. Namun mereka berselisih dalam hal membacanya bagi makmum.
- Pengikut Ahmad bin Hanbal dan Abu Hanifah berpendapat bahwa makmum tidak membaca surah Al-Fatihah secara mutlak, baik dalam salat yang keras bacaannya (jahriyyah) maupun yang tidak keras (sirriyyah).
- Adapun pengikut Asy-Syafi’i dan ahli hadis berpendapat wajib membaca surah Al-Fatihah bagi setiap orang yang salat, baik itu imam, makmum, maupun yang salat sendirian.
- Pengikut Imam Malik berpendapat wajib membaca bagi makmum dalam salat yang tidak keras bacaannya dan tidak membaca pada salat yang keras bacaannya. Dan ini merupakan satu riwayat dari Imam Ahmad yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan selain beliau dari kalangan ahli tahkik.
Pengikut Abu Hanifah berdalil dengan hadis, “Siapa saja salat di belakang imam, maka bacaan imam adalah bacaannya pula.” Dan firman Allah ta’ala yang artinya, “Apabila dibacakan Al-Quran, maka simaklah dan diamlah.” (QS. Al-A’raf: 204). Serta hadis, “Apabila imam membaca, diamlah.”
Pengikut Asy-Syafi’i dan yang sependapat berdalil dengan hadis ‘Ubadah yang bersama kita ini. Mereka menjawab tentang hadis, “Siapa saja salat di belakang imam… dst” dengan yang diucapkan Ibnu Hajar bahwa jalan-jalan hadis ini seluruhnya ada penyakitnya sehingga tidak bisa dijadikan dalil. Adapun ayat dan hadis “Apabila imam membaca, diamlah” dan yang semisal keduanya, maka ia adalah dalil umum untuk segala macam bacaan Al-Quran. Adapun hadis ‘Ubadah adalah khusus untuk surah Al-Fatihah saja.
Aku (Syaikh Alu Bassam) katakan: Yang menenangkan hati ini adalah dengan perincian. Yaitu pendapat yang dipegangi oleh Imam Malik dan Imam Ahmad dalam salah satu dari dua riwayat dari beliau. Karena dalil-dalil dari masing-masing kelompok bisa terkumpul dalam pendapat ini sehingga terwujud pengamalan dari seluruh dalil-dalil tersebut.
Juga karena bacaan surah Al-Fatihah akan terluput dari makmum dalam salat sirriyyah apabila makmum tidak membacanya dan tidak pula mendengarnya dari imam. Dan tidak ada faedah bagi imam selama makmum tersibukkan dengan membaca dari diam mendengarkan imam. Sebagaimana tetap wajib bagi makmum untuk membaca surah Al-Fatihah karena posisinya jauh dari imam atau karena tuli dengan memperhatikan orang yang salat di sampingnya dan mendengarkan imam agar tidak terganggu olehnya.
مَا يُؤۡخَذُ مِنَ الۡحَدِيثِ:
١ – وُجُوبُ قِرَاءَةِ الۡفَاتِحَةِ فِي كُلِّ رَكۡعَةٍ مِنَ الصَّلَاةِ، وَأَنَّهُ لَا يُجۡزِئُ غَيۡرُهَا مَعَ الۡقُدۡرَةِ عَلَيۡهَا.
٢ – بُطۡلَانُ الصَّلَاةِ بِتَرۡكِهَا مِنَ الۡمُتَعَمِّدِ وَالۡجَاهِلِ وَالنَّاسِي، لِأَنَّهَا رُكۡنٌ، وَالۡأَرۡكَانُ لَا تَسۡقُطُ مُطۡلَقًا.
٣ – لَكِنۡ تَقَدَّمَ أَنَّ الصَّحِيحَ مِنَ الۡأَقۡوَالِ الثَّلَاثَةِ أَنَّهَا تَجِبُ عَلَى الۡمَأۡمُومِ فِي الصَّلَاةِ السِّرِّيَّةِ، وَتَسۡقُطُ عَنۡهُ فِي الۡجَهۡرِيَّةِ لِسِمَاعِ قِرَاءَةِ الۡإِمَامِ.
Kesimpulan hadis ini:
- Wajibnya membaca surah Al-Fatihah pada setiap rakaat salat. Dan bahwa selain surah Al-Fatihah tidak cukup apabila ia mampu membaca surah Al-Fatihah.
- Batalnya salat apabila meninggalkan bacaan surah Al-Fatihah, baik dari orang yang sengaja, tidak tahu, ataupun lupa. Karena ia merupakan rukun dan rukun tidak bisa gugur secara mutlak.
- Namun, telah disebutkan bahwa yang sahih adalah pendapat ketiga bahwa membaca surah Al-Fatihah wajib bagi makmum dalam salat sirriyyah (tidak keras bacaannya) dan tidak membacanya dalam salat jahriyyah (keras bacaannya) untuk menyimak bacaan imam.
[1] رَوَاهُ الۡبُخَارِيُّ (٧٥٦) فِي الۡأَذَانِ، وَمُسۡلِمٌ (٣٩٤) فِي الصَّلَاةِ، وَرَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ (٨٢٢)، وَالتِّرۡمِذِيُّ (٢٤٧) فِي الصَّلَاةِ، وَالنَّسَائِيُّ (٢/ ١٣٧، ١٣٨).