Nama beliau tentu tidak asing bagi keumuman kaum muslimin. Beliau adalah bagian dari kaum Al Anshar namun masih memiliki tali kekerabatan dengan Nabi dari jalur nenek beliau. Beliaulah Abu Ayyub Al Anshari. Nama beliau adalah Khalid bin Zaid bin Kulaib bin Tsa’labah bin Abdu ibnu Auf bin Ghanam bin Malik Abu Ayyub An Najjari. Ibunya adalah Hindun binti Saad bin Amr bin Imrilqais bin Malik bin Tsa’labah bin Kaab bin Al Khazraj bin Al Harits bin Al Khazraj Al Akbar.
Beliau termasuk As Sabiqunal Awwalun, muslimin yang terdahulu dalam Islam dari kalangan Anshar. Beliau juga termasuk kaum Anshar yang mengikuti Baiat ‘Aqabah. Di saat peristiwa hijrah Rasul, sesampainya di negeri Madinah, di rumah beliaulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal sementara, setelah sebelumnya beliau singgah di perkampungan Bani Amr bin Auf. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tinggal di rumah tersebut beberapa bulan hingga beliau sudah memiliki rumah sendiri yang dibangun bersamaan dengan membangun masjid. Sebagaimana shahabat Anshar yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun mempersaudarakan beliau dengan seorang Muhajirin, yaitu Mushab bin Umair, dai Islam pertama yang dikirim Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ke negeri Yatsrib.
Di antara bentuk kecintaan Abu Ayyub terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang beliau ceritakan sendiri:
نَزَلَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فِي بَيْتِنَا الْأَسْفَلِ وَكُنْتُ فِي الْغُرْفَةِ فَأَهْرِيقُ مَاءً فِي الْغُرْفَةِ فَقُمْتُ أَنَا وَأُمُّ أَيُّوبَ بِقَطِيفَةٍ تَتَّبِعُ الْمَاءَ شَفْقَةً أَنْ يَخْلُصَ إِلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم مِنْهُ شَيْءٌ
“Rasulullah tinggal di rumah kami di bagian bawah, dan ketika itu aku di dalam kamar (bagian atas) maka tumpahlah air yang berada di kamar, maka aku dan Ummu Ayyub pun bergegas mengelap bekas-bekas air dengan sebuah kain supaya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tertimpa dengan tetesan air tersebut.” Tak sedikit pun beliau ingin menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam walau dengan sesuatu yang remeh.
PEPERANGAN YANG DIIKUTI
Beliau termasuk shahabat yang senantiasa mengikuti peperangan dalam Islam. Beliau mengikuti perang Badar, Uhud, Khandaq, dan peperangan setelahnya. Hampir semua peperangan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau ikuti. Seorang yang terkenal pemberani, penyabar, bertakwa, dan suka berjihad ini adalah keutamaan yang ada pada diri beliau.
Di saat kekhalifahan dipegang oleh Ali bin Abi Thalib, beliau termasuk jajaran shahabat yang berperang di bawah bendera Ali bin Abi Thalib dan termasuk shahabat dekat Ali bin Abi Thalib. Beliau bersama Ali bin Abi Thalib dalam Perang Jamal, perang menghadapi kaum khawarij dan pernah menjadi pengganti Ali saat Ali berangkat menuju ke Negeri Irak dan memindahkan pusat pemerintahan di sana.
Di antara hal yang menunjukkan semangat beliau dalam berjihad adalah riwayat yang disebutkan oleh Abu Yazid Al Madini, ia mengatakan, “Dahulu Abu Ayyub dan Miqdad bin Aswad mengatakan, ‘Kami diperintahkan untuk berperang dalam segala keadaan.’” Dan keduanya berdalih dengan ayat
ٱنفِرُوا۟ خِفَافًا وَثِقَالًا
“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat.” [Q.S. At Taubah:41]
Di saat umur beliau senja, tepatnya saat kepemimpinan kaum muslimin berada di tangan Muawiyyah, Allah takdirkan beliau ikut serta berperang bersama-sama anak-anak beliau ke Negeri Romawi. Saat itu pasukan dipimpin oleh Yazid bin Muawiyyah. Suatu ketika beliau terluka dalam peperangan sehingga menyebabkan beliau sakit. Maka tatkala sakitnya bertambah parah, Yazid pun meminta kepada beliau sebuah wasiat. Maka beliau pun berpesan, “Jika aku mati, kafanilah aku, kemudian perintahkan manusia untuk memacu hewan-hewan (untuk beperang) menuju ke daerah musuh. Apabila kalian telah bertemu dengan musuh maka kuburkanlah aku di bawah kaki-kaki kalian. Maka Yazid pun memenuhi wasiat beliau itu sehingga beliau pun dikuburkan berada di dekat benteng mereka. Beliau meninggal di negeri Konstantinopel berkisar tahun 50, 51, atau 52 Hijriah dengan umur 80 tahun.
SEMANGAT BELAJAR
Di antara semangat beliau dalam menimba ilmu adalah apa yang disebutkan dari Juraij ia berkata, “Aku mendengar seorang syaikh dari Madinah menyebutkan hadis kepada ‘Atha bahwa Abu Ayyub melakukan safar ke Mesir menuju ‘Uqbah bin Amir demi mendapatkan sebuah hadis maka tatkala ‘Uqbah bin Amir mendengar kedatangan Abu Ayyub, maka beliau pun keluar menyambut demi memuliakan beliau. Maka beliau berkata kepadanya, ‘(Sebutkanlah) sebuah hadis yang engkau pernah dengar dari Rasulullah tentang menutupi rahasia muslim.’ Maka Uqbah pun mengatakan, ‘Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
مَنْ سَتَرَ عَلَى مُؤْمِنٍ خَزِيَّةً فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللهُ عَلَيْهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
‘Barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, Allah akan menutupi (aib)nya pada hari kiamat.’ Setelah mendengar hadis tersebut, maka Abu Ayyub pun menuju tunggangannya lalu pulang.
Beliau adalah seorang shahabat yang meriwayatkan hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara langsung atau melewati riwayat Ubay bin Kaab dan lainnya. Tercatat pula murid-murid yang meriwayatkan dari beliau dari kalangan shahabat seperti Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Zaid bin Khalid, Jabir bin Samurah, Al Barra bin Azib, Miqdam bin Ma’dikarib. Sedang di kalangan tabiin seperti Abdullah bin Yazid al-Khathami, Jubair bin Nufair, Sa’id bin Al Musayyib, Musa bin Thalhah, Urwah bin Zubair, Atha’ bin Yazid Al Laits, Aflah maula Atha’ bin Yazid Al Laitsi, Abu Rumam As Sima’i bin Abdirrahman, Abu Salamah bin Abdirrahman, Abdurrahman bin Abi Laila, Qartsa’ Adh Dhubai, Muhammad bin Ka’ab, Al Qasim Abu Abdirrahman, dan lain-lain.
KEDERMAWANAN
Di antara keutamaan beliau adalah sifat dermawan. Beliau senantiasa menyediakan makan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selama beliau tinggal di rumahnya. Bahkan sifat dermawan juga tampak pada beliau sebagaimana diceritakan oleh Abdullah bin Abbas, “Suatu hari, Abu Bakar keluar di siang hari. Saat matahari sedang panas-panasnya. Umar melihat Abu Bakar, kemudian ia bertanya, ‘Apa yang menyebabkanmu keluar di jam-jam seperti ini, Abu Bakar?’ ‘Tidak ada alasan lain yang membuatku keluar (rumah), kecuali aku merasa sangat lapar,’ jawab Abu Bakar. Umar menanggapi, ‘Aku pun demikian -demi Allah- tidak ada alasan lain yang membuatku keluar kecuali itu.” Saat keduanya dalam keadaan demikian Rasulullah keluar dan menghampiri keduanya. Beliau bersabda, ‘Apa yang menyebabkan kalian keluar pada waktu seperti ini?’ Keduanya mengatakan, “Tidak ada yang menyebabkan kami keluar kecuali apa yang kami rasakan di perut kami. Kami merasa sangat lapar.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku juga -demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya- tidak ada hal lain yang membuatku keluar kecuali itu. Ayo berangkat bersamaku.”
Ketiganya pun beranjak. Mereka menuju rumah Abu Ayyub Al Anshari. Kebiasaan Abu Ayyub, beliau senantiasa menyediakan makanan untuk Rasulullah. Jika istri-istri beliau tidak punya sesuatu untuk dimakan, beliau biasa ke rumah Abu Ayyub. Ketika ketiganya sampai di rumah Abu Ayyub, istri Abu Ayyub, Ummu Ayyub, mengatakan, “Selamat datang Nabi Allah dan orang-orang yang bersama Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Di mana Abu Ayyub?” Abu Ayyub yang sedang bekerja di kebun kurma mendengar suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ia bersegera menuju rumahnya dan mengatakan, “Marhaban untuk Rasulullah dan orang-orang yang bersamanya.” Abu Ayyub berkata, “Wahai Rasulullah, waktu ini bukanlah waktu kebiasaan Anda datang ke sini.” “Benar,” jawab Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Ayyub segera memetikkan beberapa tangkai kurma kering, kurma basah, dan kurma muda. Kemudian menawarkannya kepada Rasulullah, “Rasulullah, makanlah ini. Aku juga akan menyembelihkan hewan untukmu,” kata Abu Ayyub. “Kalau engkau mau menyembelih, jangan sembelih yang memiliki susu,” kata Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Ayyub kemudian menghidangkan masakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil sepotong daging dan meletakkannya pada roti. Kemudian beliau meminta Abu Ayyub, “Wahai Abu Ayyub, tolong antarkan ini untuk Fatimah karena telah lama ia tidak makan yang seperti ini.”
Setelah kenyang, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan kurma muda.” Beliau menitikkan air mata. Kemudian bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku di tangan-Nya. Ini adalah kenikmatan, yang nanti akan ditanyakan di hari kiamat.”
Demikian sekelumit kisah tentang Abu Ayyub Al Anshari, semoga bisa menjadi teladan bagi kita semua. Amin. [Ustadz Hammam]
Sumber: Majalah Tashfiyah vol.06 1438H-2017M edisi 71 rubrik Figur.