Cari Blog Ini

Wajibnya Mengagungkan Sunnah

Adalah wajib bagi mu`min dan mu`minah untuk mentaati Rasulullah, mengagungkan Sunnahnya, mendahulukan perkataan, petunjuk dan jalan beliau di atas perkataan, petunjuk dan jalan selain beliau. Bahkan ini adalah syarat dari Syahadat "Muhammadur Rasuulullaah". 

Allah Ta'ala Berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَـٰلًا مُّبِينًا
"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu`min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu`min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (Al-Ahzaab:36)

مَّن يُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ ٱللَّهَ
"Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah." (An-Nisaa`:80)

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا۟ ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْءَاخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagi kalian (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (Al-Ahzaab:21)

وَإِن تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا۟ ۚ وَمَا عَلَى ٱلرَّسُولِ إِلَّا ٱلْبَلَـٰغُ ٱلْمُبِينُ
"Dan jika kalian taat kepadanya, niscaya kalian mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban Rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang." (An-Nuur:54)

فَلْيَحْذَرِ ٱلَّذِينَ يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِۦٓ أَن تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
"Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul, takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa 'adzab yang pedih." (An-Nuur:63)

Berkata Al-Imam Ahmad: "Tahukah engkau, apakah fitnah itu? Fitnah itu adalah kesyirikan, barangkali apabila dia menolak sebagian saja dari sabda Rasulullah, akan muncul di hatinya penyimpangan lalu dia binasa." (Al-Ibaanatul Kubraa, Ibnu Baththah 1/260 no.97)

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَ‌ٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ وَلَا تَجْهَرُوا۟ لَهُۥ بِٱلْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَـٰلُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian sedangkan kalian tidak menyadari." (Al-Hujuraat:2)

Berkata Ibnul Qayyim memberikan komentar terhadap ayat ini: "Maka Allah memperingatkan kaum mu`minin dari gugurnya amalan-amalan mereka dengan mengeraskan (suara) kepada Rasulullah, sebagaimana sebagian mereka mengeraskan (suara) terhadap sebagian yang lainnya. Dan bukanlah hal ini menunjukkan kemurtadan, akan tetapi (hanya) merupakan kemaksiatan yang dapat menggugurkan amalan sedangkan pelakunya tidak merasakan dengannya."

Ibnul Qayyim (juga) berkata: "Dan jika ditanyakan: "Bagaimana amalan-amalan akan gugur tanpa kemurtadan?" Jawabnya: "Ya", sesungguhnya Al-Qur`an dan As-Sunnah serta apa-apa yang dinukilkan dari para shahabat telah menunjukkan: Bahwa kejelekan dapat menghapuskan kebaikan, sebagaimana juga kebaikan dapat menghapuskan kejelekan. Allah Ta'ala berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُبْطِلُوا۟ صَدَقَـٰتِكُم بِٱلْمَنِّ وَٱلْأَذَىٰ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian menghilangkan (pahala) shadaqah kalian dengan menyebut-nyebutnya (mengungkit-ngungkitnya) dan menyakiti (perasaan si penerima)…." (Al-Baqarah:264)

Allah (juga) berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تَرْفَعُوٓا۟ أَصْوَ‌ٰتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ ٱلنَّبِىِّ وَلَا تَجْهَرُوا۟ لَهُۥ بِٱلْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَن تَحْبَطَ أَعْمَـٰلُكُمْ وَأَنتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian meninggikan suara kalian lebih dari suara Nabi dan janganlah kalian berkata kepadanya dengan suara keras sebagaimana kerasnya (suara) sebahagian kalian terhadap sebahagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalan kalian sedangkan kalian tidak menyadari." (Al-Hujuraat:2)

Dan berkata 'A`isyah kepada Ummu Zaid bin Arqam: "Kabarkan kepada Zaid bahwa dia telah membatalkan jihadnya (yang) bersama Rasulullah, kecuali kalau (dia) mau bertaubat." (Karena dia telah melakukan jual beli dengan cara 'iinah, yaitu seseorang menjual barang dengan harga di belakang (kredit), tetapi sebelum si pembeli melunasinya, si penjual membelinya kembali dengan harga yang lebih murah, pent.)."

Dan sungguh Al-Imam Ahmad telah menjelaskan atas perkara ini lalu beliau menyatakan: "Hendaklah bagi seorang hamba di zaman ini untuk berhutang kemudian menikah agar dia tidak melihat kepada apa yang tidak dihalalkan, sehingga dapat menggugurkan amalannya."

Subhaanallaah! Beliau menyatakan hal itu pada zaman yang mayoritas orang-orangnya menegakkan sunnah, baik dalam masalah hijab atau pun yang lainnya, maka bagaimana perkataan beliau kalau hidup pada zaman kita sekarang ini!!!

Dan ayat-ayat muwaazanah (yang menunjukkan adanya penimbangan atau pembandingan antara kebaikan dan kejelekan, pent.) di dalam Al-Qur`an, (juga) menunjukkan atas perkara ini, maka sebagaimana bahwasanya kejelekan akan terhapus dengan kebaikan yang lebih besar dari kejelekan (tersebut) maka kebaikan pun akan terhapus pahalanya dengan sebab kejelekan yang lebih besar dari kebaikan (tersebut)." (Kitaabush Shalaat, Ibnul Qayyim hal.65)

Maka bagaimana persangkaan (kita) terhadap orang yang mendahulukan perkataan, petunjuk dan jalan selain Rasul di atas perkataan, petunjuk dan jalannya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam?!?!

Bukankah hal ini sungguh telah menggugurkan amalannya, sedangkan dia tidak merasakannya?!! (Al-Waabilush Shayyib hal.24)

Berkata Abu Bakar Ash-Shiddiq: "Tidaklah aku meninggalkan sesuatu perbuatan yang Rasulullah telah melakukannya, melainkan aku selalu melakukannya. Dan sesungguhnya aku takut jika aku meninggalkan sesuatu dari perintahnya, aku akan menyimpang (sesat)."

Ibnu Baththah mengomentari hal ini dengan berkata: "Wahai saudaraku…Inilah Ash-Shiddiiqul Akbar, beliau merasa takut terhadap dirinya dari penyimpangan jika beliau menyelisihi sesuatu dari perintah Nabinya. Maka bagaimana pula terhadap suatu zaman yang masyarakatnya telah menjadi orang-orang yang memperolok-olok Nabi mereka dan perintah-perintahnya serta saling membanggakan diri dengan menyelisihinya dan bangga dengan memperolok-olok Sunnahnya?!! Kita meminta kepada Allah agar terjaga dari ketergelinciran dan memohon keselamatan dari amalan-amalan yang jelek." (Al-Ibaanah 1/246)

Berkata 'Umar bin 'Abdul 'Aziz: "Tidak ada pendapat bagi siapa pun di atas suatu Sunnah yang Rasulullah telah menjalaninya." (I'laamul Muwaqqi'iin 2/282)

Dari Abi Qilabah berkata: "Jika kamu mengajak berbicara kepada seseorang dengan Sunnah, kemudian orang tersebut berkata: "Tinggalkan ini dan berikan padaku Kitab Allah (saja)!", maka ketahuilah bahwasanya dia adalah orang yang sesat." (Thabaqaat Ibni Sa'ad 7/184)

Adz-Dzahabiy mengomentari hal ini dengan perkataannya: "Apabila kamu melihat seorang Ahlul Kalam dan Ahli bid'ah berkata: "Tinggalkan kami dari Al-Kitab dan Hadits-hadits Ahad dan berikanlah padaku (secara) akal!", maka ketahuilah bahwasanya dia adalah Abu Jahl. Dan apabila kamu melihat As-Saalikut Tauhiidiy (salah satu tingkatan dalam Shufi) berkata: "Tinggalkan kami dari nash-nash dan dari akal dan berikanlah padaku (secara) perasaan dan naluri!", maka ketahuilah bahwasanya Iblis sungguh telah menampakkan diri dalam bentuk manusia atau telah menyatu padanya, maka jika kamu takut darinya, maka larilah! Kalau tidak, ajak berkelahi dia dan dudukilah dadanya serta bacakan padanya Ayat Kursi dan cekiklah dia!!! (Siyar A'laamin Nubalaa` 4/472)

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'i: "Telah mengkhabarkan kepadaku Abu Hanifah bin Sammak bin Al-Fadhl Asy-Syihabiy dia berkata: "Telah berkata kepadaku Ibnu Abi Dzi`b dari Al-Muqri dari Abi Syuraih Al-Ka'biy: Bahwasanya Nabi Shallallahu 'alai wasallam bersabda pada hari Fath (kemenangan): "Barangsiapa yang keluarganya dibunuh, maka baginya ada dua pilihan, jika dia mau dia boleh mengambil diyat dan jika dia mau maka baginya qishash."

Berkata Abu Hanifah: "Maka aku berkata kepada Ibnu Abi Dzi`b: Apakah kamu akan mengambil ini wahai Abul Harits? Maka dia memukul dadaku dan berteriak kepadaku dengan teriakan yang keras serta memegang aku lalu berkata: "Aku mengatakan kepadamu dari Rasulullah, sedangkan kamu mengatakan: Apakah kamu mengambil dengannya? Ya, aku mengambil dengannya dan yang demikian itu wajib atasku dan atas orang yang mendengarnya.

Sesungguhnya Allah telah memilih Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dari kalangan manusia, lalu Allah memberikan hidayah kepada mereka melalui beliau dan melalui kedua tangannya serta melalui lisan beliau dan Allah telah memilih bagi mereka apa-apa yang telah Allah pilih baginya (Rasul). Maka wajib atas makhluk ini (jin dan manusia) untuk mengikutinya baik dalam keadaan taat maupun hina/rendah, yang seorang muslim tidak dapat keluar dari yang demikian."

Dia (Abu Hanifah) berkata: "Dan (dia terus marah) tidak mau berhenti/diam sampai aku berangan-angan supaya dia mau berhenti." (Ar-Risaalah, Asy-Syafi'iy hal.450 no.1234)

Berkata Al-Imam Asy-Syafi'iy: "Kaum muslimin telah bersepakat (ijma'), bahwa barangsiapa yang telah jelas baginya Sunnah Rasulullah, maka tidak dihalalkan baginya untuk meninggalkan Sunnah tersebut dikarenakan perkataan seseorang (siapa pun dia)." (I'laamul Muwaqqi'iin 2/282)

Berkata Al-Humaidiy: "Suatu hari Al-Imam Asy-Syafi'iy meriwayatkan suatu hadits, maka aku berkata: Apakah kamu mengambil dengannya (hadits tersebut)? Maka beliau menjawab: "Apakah kamu telah melihat aku keluar dari suatu gereja atau apakah terdapat padaku Zannaar (ikat pinggang orang Nashara, pent.), sehingga apabila aku telah mendengar suatu hadits dari Nabi aku tidak berkata (berpendapat) dengannya?!" (Hilyatul Ambiyaa` 9/106, Siyar A'laamin Nubalaa` 10/34)

Al-Imam Asy-Syafi'iy pernah ditanya tentang suatu permasalahan, maka beliau mengatakan: "Telah diriwayatkan tentang hal tersebut demikian dan demikian dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Maka orang yang bertanya tersebut berkata: Wahai Abu 'Abdillah…Apakah kamu berkata (berpendapat) dengannya (hadits tersebut)?! Maka Al-Imam Asy-Syafi'iy gemetar (karena marah) dan nampak urat lehernya, kemudian beliau berkata: Wahai kamu…Bumi manakah yang akan kupijak dan langit manakah yang akan menaungiku apabila aku telah meriwayatkan suatu hadits dari Nabi kemudian aku tidak berkata dengannya?! Ya (kata beliau), wajib bagiku (mengambil hadits tersebut, pent.) dengan pendengaran dan penglihatan." (Shifatush Shafwah 2/256)

Berkata Al-Imam Ahmad bin Hambal: "Barangsiapa yang menolak suatu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, maka dia berada di pinggir jurang kehancuran." (Thabaqaatul Hanaabilah 2/15, Al-Ibaanah 1/260)

Berkata Al-Imam Al-Barbahariy: "Apabila kamu mendengar seseorang mencerca atsar atau menolak atsar atau menginginkan yang selain atsar, maka ragukanlah dia (tentang) keislamannya, dan janganlah kamu ragu bahwasanya dia adalah seorang pengikut hawa nafsu dan mubtadi' (ahli bid'ah)." (Syarhus Sunnah hal.51)

Berkata Abul Qasim Al-Ashbahaniy: "Telah berkata Ahlus Sunnah: "Apabila seseorang telah mencela atsar, maka sudah pantas baginya untuk diragukan keislamannya." (Al-Hujjah fii Bayaanil Mahajjah 2/428). Wallaahu A'lam.


Diambil dari kitab "Ta'zhiimus Sunnah" karya 'Abdul Qayyum bin Muhammad bin Nashir As-Sahaibaniy dengan beberapa tambahan dan perubahan.

Sumber: Buletin Al-Wala` Wal-Bara` Edisi ke-27 Tahun ke-2 / 28 Mei 2004 M / 09 Rabi'uts Tsani 1425 H.