Meyakini akidah dan keimanan berdasarkan dalil Al Quran dan As Sunnah adalah suatu kelaziman. Bahkan memahami kedua wahyu tersebut berdasarkan pemahaman para sahabat Nabi, tabi’in, dan para murid tabi’in adalah suatu keharusan agar iman kita benar dan terjaga. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, “Maka jika mereka beriman kepada apa yang kalian telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kalian). Maka Allah akan memelihara kalian dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [Q.S. Al Baqarah: 137]
Tidak jarang kita mendengar atau membaca dalam kitab-kitab akidah dan manhaj nukilan apa yang termaktub pada kitab Syarah Ushul I’tiqad karya Al Lalikai rahimahullah, baik para ahli ilmu mutaqaddimin (tempo dulu) maupun mutaakhkhirin di zaman kita ini. Suatu misal, Ibnul Jauzi rahimahullah (wafat 597 H) mengatakan di dalam kitab Talbis Iblis dengan sanadnya hingga sampai pada Al Imam Al Lalikai, lalu beliau menyebutkan sanadnya hingga sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku tidak menyangka bahwa di atas muka bumi ini yang lebih dicintai oleh setan daripada kebinasaanku pada hari ini.”
Juga, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah (wafat 728 H) menyebutkan di dalam kitab-kitabnya nukilan-nukilan dari kitab Ath Thabari tersebut. Di antaranya, beliau berkata di dalam Al Hamawiyah Al Kubra, “Diriwayatkan oleh Abul Qasim Al Lalikai Al Hafizh Ath Thabari dalam kitabnya yang masyhur ‘Ushulus Sunnah’ dengan sanadnya dari Muhammad bin Al Hasan, murid Abu Hanifah. Dia berkata, “Semua ahli fikih dari timur hingga barat bersepakat akan keimanan terhadap Al Quran.” Tak luput pula, Al Imam Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah menyebutkan di dalam Fathul Bari, “Dan dikeluarkan oleh Abul Qasim Al Lalikai di dalam Kitab As Sunan melalui jalur Al Hasan Al Bashri dari ibunya dari Ummu Salamah bahwa bleiau berkata, Al Istiwa (sifat tinggi dan naiknya Allah di atas Al Arsy) bukanlah perkara yang majhul (tidak diketahui maknanya)”. Hampir-hampir tidak kita jumpai suatu kitab setelahnya yang tidak mengambil faedah darinya atau mengisyaratkan kepadanya.
Kitab Syarah Ushul I’tiqad Ahlis Sunnati Wal Jama’ati minal Kitabi was Sunnati wa Ijma’ish Shahabati wat Tabi’in min Ba’dihim merupakan karya Asy Syaikh Al Imam Al Hafizh Al Mujawwid Abul Qasim Hibatullah bin Al Hasan bin Manshur Ath Thabari Ar Razi Al Lalikai Asy Syafi’i rahimahullah, Mufti Baghdad pada zamannya. Seorang alim dan mufti yang bermadzhab Syafi’iyah yang meninggal pada tahun 418 H. Selain nama itu, kitab ini dikenal dengan nama-nama berikut ini: 1) As Sunnah, 2) Syarhus Sunnah, 3) Syarah I’tiqad Ahli Sunnah, 4) Ushul As Sunnah, 5) Syarah Hujjaj Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah Wal Jama’ah, 6) Hujjaj Ushul I’tiqad ahlis sunnah wal jama’ah, 7) As Sunan. Sementara Al Lalikai sendiri tidak memberi judul kitab ini selain apa yang ada pada pengantarnya, “Terus menerus berulang kali permintaan ahli ilmu kepada saya untuk menulis ‘Syarah i’tiqad Madzahib Ahli Al Hadits.’ Selain permintaan mereka, berpalingnya ulama pada zamannya dari madzhab ahlu sunnah yang berakibat prinsip-prinsip ulama mutaqaddimin yang menjadi pondasi syariat lenyap, merupakan sebab mengapa imam Al Lalikai Ath Thabari menyusun kitab ini yang dirampungkan pada tahun 416 H.
Kitab ini tergolong kitab yang paling penting dalam masalah akidah di sisi ahlu sunnah wal jama’ah. Kitab yang memuat 2832 sanad antara hadis dan atsar, semua berbicara tentang permasalahan akidah. Muatan nama-nama para ulama dan imam ahlu sunnah, serta menyebutkan mauqif (pendapat) mereka pada permasalahan yang berbeda. Para ulama sunnah yang mesti kita jadikan contoh dan teladan semisal Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu ‘Uyainah, Ahmad bin Hanbal, Ibnul Madini, Al Bukhari, Abu Zur’ah, Abu Hatim, serta Ibnu Jarir Ath Thabari, dan selain mereka. Kitab ini tergolong sebagai mustakhraj yang memuat sanad yang menyampaikan kepada orang yang mengucapkannya, dengan jalan yang berbeda dari kitab shahih maupun sunan. Sehingga, kitab ini sangat berfaedah pada masalah haditsiyah (segala sesuatu yang berhubungan dengan ilmu hadis).
Pada mukadimah, Abul Qasim Al Hafizh Al Lalikai Ath Thabari menampilkan prinsip para pendahulu kita yang saleh di dalam mengikuti hadis dan atsar para ulama, serta tidak berdebat dengan ahli bid’ah. Celaan terhadap orang-orang yang mengedepankan akal dari kalangan Mu’tazilah, awal mula kebid’ahan, hukum terhadap ahli bid’ah, dan keutamaan ahli hadis dimuat pula pada mukadimah tersebut.
Al Quran dan As Sunnah menunjukkan untuk wajib mengenal Allah dengan dalil sam’i. Dalil Al Quran, As Sunnah, ucapan para sahabat, tabiin, dan para pengikut tabi’in yang menunjukkan bahwa Al Quran kalamullah (ucapan Allah) bukan makhluk. Allah mendengar dan melihat, Allah memiliki wajah, kedua mata, dan kedua tangan, dimuat pula sarat dengan dalilnya di kitab ini. Mengungkapkan pula bahwa Qadariyah adalah majusi umat ini, iman bertambah dengan ketakwaan dan berkurang dengan kemaksiatan, syafaat bagi para pelaku dosa besar, iman terhadap telaga Nabi, azab dan soal dua malaikat, surga dan neraka, kebangkitan, hisab, dan perkara apa saja yang termasuk dari iman terhadap hari akhir. Sihir adalah hakiki, cara kerja sihir, iblis dan jin hakiki, dajjal, taat kepada para umara, dan khawarij, dibahas pula.
Pada bab terakhir, beliau menyebutkan keutamaan-keutamaan para sahabat. Mecintai para sahabat merupakan bagian dari agama ini. Menyebut-nyebut kebaikan mereka, serta mendoakan rahmat dan ampunan bagi mereka, dan tidak membicarakan ketergelinciran mereka. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan tentang para sahabat Anshar yang artinya, “Tanda keimanan adalah mencintai shahabat Anshar. Dan tanda kemunafikan adalah membenci kaum Anshar.” [Muttafaqun ‘alaih]. Beliau menyebutkan keutamaan para umahatul mukminin dan kepemipinan Muawiyah radhiyallahu ‘anhu.
Dan beliau akhiri dengan menyebutkan kebatilan rafidhah yang menjadikan celaan terhadap para sahabat adalah bagian dari agama mereka, kekafiran mereka, nukilan kejahilan dan kedustaan mereka. Awal mula kelompok ini muncul ketika berlepas diri dari Zaid bin Ali bin Al Husain, di saat Zaid memuji Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma. Sejak munculnya hingga sekarang, kaum muslimin mendapatkan malapetaka dan gangguan dari Rafidhah. Tak luput citra Islam dirusak oleh mereka. Betapa banyak sisi keserupaan antara Yahudi dengan Rafidhah.
Sebagai penutup, disebutkan bahwa kitab Karamatul Auliya (kitab membahas berbagai karamah para wali Allah) dinyatakan oleh sebagian ahli ilmu merupakan bagian dari juz Syarah Ushul I’tiqad. Namun sebagian ahli ilmu yang lain menyatakan bahwa itu adalah kitab tersendiri. Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Qudwah edisi 34 vol. 3 1437 H/ 2015 M, rubrik Maktabah. Pemateri: Ustadz Abu Bakar Al Jombangi.