Cari Blog Ini

YANG PERNAH DICULIK

Keberadaan tokoh-tokoh ulama Islam masih melimpah pascagenerasi para sahabat. Ulama tabi’in banyak tersebar dan mudah dijumpai di barisan kaum muslimin. Salah satunya adalah Masruq bin Al Ajda’ bin Malik Al Wadi’i Al Hamadani rahimahullah. Beliau adalah seorang Imam, suri teladan yang baik, dan figur ulama yang berilmu. Kalau kita perhatikan nama beliau adalah Masruq yang artinya adalah dicuri. Ternyata ada peristiwa yang melatarbelakangi penamaan tersebut. Abu Bakr Al Khatib mengatakan, “Dikisahkan bahwa penamaan tersebut karena beliau pernah diculik ketika masih kecil. Kemudian ditemukan lagi lantas dinamakan Masruq dan ayahnya yang bernama Al Ajda’ masuk Islam.

GURU-GURU DAN MURID-MURIDNYA


Dalam perjalanannya menuntut ilmu Masruq pernah memasuki Syam, setelahnya tinggal sekian lama di Kota Madinah untuk berguru kepada para sahabat. Sebelum akhirnya beliau pergi ke Kufah dan menetap di sana. Semangat beliau dalam menuntut ilmu memang luar biasa. Hal ini sebagaimana pernah beliau ungkapkan sendiri, “Aku mengelilingi dunia seluruhnya demi mencari ilmu.”

Masruq pernah berguru dan belajar langsung dari para sahabat. Beliau memanfaatkan keberadaan mereka untuk memperluas ilmu agama dan meriwayatkan hadis. Bahkan beliau diberi kemudahan bertemu dan bermajelis dengan pembesar para sahabat. Di antara guru beliau adalah Ubay bin Ka’ab, Umar bin Al Khaththab, Abu Bakar Ash Shidiq, Ummu Ruman, Muadz bin Jabal, Khabbab, Aisyah, Ibnu Mas’ud, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Amr, Ibnu Umar, Subai’ah, Ma’qil bin Sinan, Al Mughirah bin Syu’bah, dan yang lainnya radhiyallahu ‘anhum.

Ada satu kisah unik yang disebutkan oleh Adz Dzahabi rahimahullah tentang pertemuan Masruq dengan Umar radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan dari Asy Sya’bi rahimahullah bahwa Masruq menuturkan, “Aku pernah bertemu dengan Umar. Lantas Umar bertanya kepadaku, ‘Siapa namamu?’ Aku menjawab, “Masruq bin Al Ajda’.” Umar pun berkata, “Aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Al Ajda’ adalah setan. Engkau adalah Masruq bin Abdirrahman.” Sya’bi berkata, “Maka aku pun melihat nama Masruq di Diwan (buku catatan nama-nama tentara) tertulis Masruq bin Abdurrahman.”

Di sisi lain Masruq juga meluluskan murid-murid yang banyak dan bahkan menjadi ulama-ulama besar. Di antara mereka adalah nama-nama besar seperti Asy Sya’bi, Ibrahim An Nakhai, Abdullah bin Murrah, Abu Wail, Yahya bin Al Jazzar, Abu Adh Dhuha, Abdurrahman bin Abdullah bin Mas’ud, Ubaid bin Nudhailah, Makhul Asy-Syami, Abu Ishaq, Muhammad bin Al Muntasyir, Muhammad bin Nasyr Al Hamdani, Abul Ahwash Al Jusyami, Anas bin Sirin dan masih banyak yang lainnya.

PUJIAN ULAMA


Masruq dikenal sebagai contoh yang baik oleh para ulama yang sezaman dengan beliau atau generasi setelahnya. Tidak mengherankan jika rekomendasi dan persaksian baik pun terucap dari para ulama untuk beliau. Abdullah bin Murrah rahimahullah mengatakan, “Tidak ada wanita Hamdaniyah yang melahirkan orang semisal Masruq.” Asy Sya’bi berkata, “Aku belum pernah melihat seorang pun yang lebih semangat dalam menuntut ilmu di berbagai penjuru negeri daripada Masruq.” Dalam kesempatan lain beliau juga menyatakan, “Masruq lebih berilmu tentang fatwa daripada Syuraih. Namun Syuraih lebih mengetahui tentang qadha’ daripada Masruq.” Syuraih selalu meminta pertimbangan kepada Masruq dan tidak demikian sebaliknya.” Yahya bin Ma’in mengatakan, “Masruq adalah orang yang tsiqah (tepercaya) dan tidak perlu ditanya tentangnya.” Al ‘Ijli berkata, “Masruq adalah seorang tabi’in yang tsiqah. Dia termasuk salah satu murid Abdullah yang mengajar dan memberikan fatwa kepada kaum muslimin.” Ibnu Sa’d mengatakan, “Masruq adalah seorang yang saleh dan mempunyai hadis-hadis yang shahih.” Asy-Sya’bi menuturkan, “Tatkala Ubaidullah bin Ziyad memasuki kota Kufah, ia bertanya, ‘Siapa orang yang paling utama di antara kalian?’ Orang-orang pun menjawab, “Masruq.”

TENTANG IBADAHNYA


Gelar sebagai ahli ibadah juga sangat kental melekat pada Masruq bin Al Ajda’ rahimahullah. Simak bagaimana penuturan para ulama tentangnya, Abu Ishaq menuturkan, “Masruq pernah berhaji dan beliau tidak tidur kecuali dalam posisi sujud di atas wajahnya hingga beliau kembali.” Istrinya Masruq pernah berkisah, “Masruq mengerjakan salat malam hingga kedua kakinya bengkak. Terkadang aku menangis melihat apa yang dia lakukan terhadap dirinya sendiri.”

Asy Sya’bi berkisah, “Masruq pernah pingsan di sebuah hari yang panas ketika sedang berpuasa. Padahal putrinya yang bernama Aisyah telah mengingatkannya. Masruq tidak pernah sekalipun menolak permintaan putrinya. Maka ia datang kepada sang ayah seraya berkata, “Wahai ayahku, berbukalah dan minum.” Masruq berkata, “Apa yang engkau inginkan wahai putriku?” Putrinya menjawab, “Kasihanilah dirimu.” Masruq berkata, “Wahai putriku, Sesungguhnya aku hanyalah mengharap kasih sayang untuk diriku pada hari kadarnya adalah lima puluh ribu tahun.” Al Muntasyir mengatakan, “Masruq memasang penutup antara dia dengan anggota keluarganya ketika salat supaya bisa khusyuk dalam salatnya.”

SIKAP ZUHUD DAN WARA’NYA


Masruq rahimahullah pun dikenal sebagai pribadi yang zuhud dan tidak silau dengan gemerlapnya dunia. Ibrahim bin Muhammad Al Muntasyir mengatakan, “Khalid bin Abdullah bin Usaid, Gubernur Basrah saat itu pernah memberikan hadiah kepada Masruq tiga puluh ribu dinar. Namun Masruq menolak pemberian tersebut padahal beliau saat itu sedang membutuhkannya.”

Abu Ishaq As Sabi’i mengatakan, “Masruq menikahkan putrinya dengan As Saib bin Al Aqra’ dengan mahar dinar untuk dirinya. Kemudian Masruq memberikan uang tersebut kepada para mujahid dan orang-orang miskin.” Al Muntasyir mengatakan, “Sungguh Masruq tidak mengambil upah atas jabatannya sebagai hakim karena beliau menakwilkan ayat ini yang artinya, “Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al Quran, dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” [Q.S. At Taubah: 111].

PETUAH-PETUAHNYA


Masruq, “Aku berfatwa dalam satu hari dengan keadilan dan kebenaran, lebih aku sukai dari berperang selama satu tahun.” Beliau juga mengatakan, “Cukuplah seseorang itu dikatakan berilmu tatkala dia takut kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Dan cukuplah seseorang itu dikatakan jahil (bodoh) tatkala dia merasa kagum terhadap amalannya sendiri.”

Diriwayatkan dari Hilal bin Siyaf bahwa Masruq mengatakan, “Barang siapa ingin mengetahui ilmu generasi awal dan akhir serta ilmu dunia dan akhirat, maka hendaknya dia membaca surat Al Waqi’ah.” Tentang ucapan Masruq yang terakhir ini, Adz Dzahabi mengatakan, “Apa yang dikatakan oleh Masruq adalah sebagai bentuk mubalaghah (menekankan pentingnya). Karena agungnya makna yang terkandung dalam surat tersebut dari berbagai perkara dunia dan akhirat. Adapun makna ucapan beliau, ‘Bacalah Al Waqi’ah.’ Adalah bacalah surat Al Waqi’ah dengan penuh penghayatan dan kehadiran kalbu. Tidak seperti seekor keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal.”

Hamzah bin Abdillah menuturkan bahwa Masruq pernah memegang tangan keponakannya lalu naik ke pembuangan sampah di Kota Kufah lantas berkata, “Maukah aku perlihatkan dunia kepadamu?” Inilah dunia, mereka memakannya lalu habis, mereka memakainya lalu usang dan mereka mengendarainya lalu lemah. Sementara manusia menumpahkan darah dan memutuskan hubungan kerabat karenanya.”

PRINSIPNYA YANG KOKOH DALAM MENGHADAPI FITNAH


Perang Shiffin adalah sebuah perang yang melibatkan dua pasukan muslimin sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadisnya. Perang fitnah yang mempertemukan antara pasukan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dari Irak dan pasukan Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiyallahu ‘anhu dari Syam. Masruq termasuk ulama tabi’in yang menahan diri dan tidak ingin terlibat dalam peperangan tersebut. Sya’bi mengisahkan bahwa jika ada seseorang hendak mendebat Masruq dengan mengatakan, “Engkau terlambat dari pembelaan terhadap Ali dan peperangannya.” Ia pun menjawab, “Apa pendapat kalian kalau seandainya sebagian dari kalian berbaris saling berhadapan untuk bertempur satu sama lain. Lantas turun malaikat di antara kalian dan mengatakan, “Janganlah kalian membunuh diri-diri kalian sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian.” [Terjemah Q.S. An Nisa: 29]. Apakah yang demikian itu akan menjadi penghalang bagi kalian untuk berperang?” Mereka menjawab, “Ya.” Masruq berkata, “Demi Allah sungguh seorang malaikat yang mulia telah turun dengan membawa ayat tersebut melalui lisan Nabi kalian. Sesungguhnya ayat ini adalah ayat yang muhkam (jelas hukumnya) yang tidak terhapus oleh apapun.”

Disebutkan dalam suatu riwayat bahwa beberapa orang yang tertinggal dari pasukannya Ali selain Masruq adalah Al Aswad, Ar Rabi’ bin Khutsaim, Abu Abdurrahman As Sulami, dan yang lainnya. Disebutkan dalam satu pendapat bahwa beliau ikut datang dalam perang Shiffin, namun hanya sekedar memberikan nasihat tanpa ikut berperang. Adapun ketika Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu memerangi orang-orang Khawarij, maka Masruq ikut bergabung bersama pasukan Ali. Bahkan beliau meminta maaf atas keterlambatannya mengikuti peperangan tersebut.

Demikian sekilas beberapa sisi kehidupan Masruq Al Ajda’ sebagai tokoh tabi’in di masanya. Memang kehidupan beliau penuh dengan ilmu, ibadah, fatwa, kezuhudan, dan kewaraan. Beliau meninggal pada tahun 63 H semoga Allah merahmati beliau. Allahu a’lam.


Sumber: Majalah Qudwah edisi 38 Vol. 4 1437 H/ 2016 M, rubrik Biografi. Pemateri: Al Ustadz Abu Hafy Abdullah.